kontakpublik.id, SERANG--Masalah perburuhan di Indonesia memang tak akan pernah selesai, selama ketimpangan angkatan kerja dengan lapangan kerja yang tersedia masih terbatas. Karena itu, satu diantara tugas Satgas PHK termasuk Dewan Kesejahteraan Buruh mendorong pemerintah untuk membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya dengan prioritas utama lapangan kerja yang lebih bersifat wiraswasta untuk petani dan nelayan, sehingga orientasi pembangunan tidak tergantung pada bidang industri manufaktur, tetapi membuka usaha pertanian yang lebih luas dan perikanan hingga nelayan yang yang mandiri dan kuat.
Basis usaha rakyat Indonesia yang sudah turun temurun sejak jaman kerajaan di Nusantara berjaya, adalah pertanian dan perkebunan hingga menghasilkan banyak produk pertanian seperti lada, kopi, pala hingga cengkih dan palawija maupun padi. Sebab dengan begitu japan yang ditempuh selaras dengan program pemerintah untuk swasembada pangan dengan unggulan padi dan jagung seperti yang telah dilakukan oleh instansi Kepolisian dan TNI Angkatan Darat. Tinggal bagaimana memberdayakan sumber daya TNI Angkatan Laut untuk ikut mengembangkan bidang perikanan dan kelautan. Hingga pada giliran berikutnya, TNI AU pun dapat berperan menciptakan swasembada bidang lain yang dianggap lebih penting untuk menopang kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang membutuhkan bahan pangan ekstra seperti umbi-umbian atau sayur-sayuran.
Pilihan prioritas pengembangan untuk lapangan kerja di Indonesia, agaknya perlu terobosan baru untuk tidak lagi membiarkan angkatan kerja Indonesia bertumpu pada bidang industri manufaktur yang cenderung menindas dan memberi upah buruh tidak layak seperti yang kita sebut dengan Upah Minimun Regional (UMR) yang nilainya hanya 70 persen dari kecukupan untuk kebutuhan hidup minimal yang diterima setia bulan. Karena dengan kondisi ulah buruh yang tidak layak itu, tidak mungkin dapat mengharapkan hidup layak bagi kaum buruh Indonesia.
Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh memang akan bersilangan dengan lembaga Tripartit dan Lembaga Pengawas yang ada di Kementerian Ketenagakerjaan yang sudah ada. Tapi toh semua lembaga yang berada di dalam Kementerian Ketenagakerjaan itu tidak efektif dan tidak maksimal fungsi dan tugasnya untuk melindungi kaum buruh yang selalu bersengketa dengan pihak perusahaan yang umumnya memang ingin mendapat keuntungan segede-gedenya dengan mengabaikan hal dan kesejahteraan yang patut diterima oleh kaum buruh.
Pendek kata, posisi kaum buruh Indonesia terus tertekan dengan ancaman PHK atau tidak lagi mendapat perpanjangan kontrak kerja yang juga acap diputus secara sepihak dan sewenang-wenang. Oleh karena itu tugas dan fungsi Satgas PHK harus dipastikan memiliki hak apa saja atas perlakuan pihak pengusaha terhadap kaum buruh, hingga wujud sanksi yang menjadi otoritas Satgas PHK harus jelas dan tegas menyertainya. Bila tidak, Satgas PHK hanya kebingungan kaum buruh yang perlu dilindungi dan mendapat perlakuan yang adil ketika harus menerima putusan hubungan kerja yang lebih dominan dilakukan secara sepihak oleh pihak perusahaan.
Demikian juga dengan tugas dan fungsi Dewan Kesejahteraan Buruh yang akan dibentuk, harus jelas wilayah hak dan kewenangan untuk menentukan kesejahteraan kaum buruh yang selalu mendapat perlakuan tidak adil dalam hal untuk mendapatkan kesejahteraan yang patut dan sepantasnya harus dapat diterima, agar keselamatan, kesehatan dan kenyamanan kerja kaum buruh dapat benar-benar terjamin dan terjaga kualitas sumber daya yang dimilikinya sebagai pekerja.
Pilihan prioritas untuk membuka lapangan kerja non manufaktur utamanya untuk ikut mensukseskan program pemerintah dalam bidang pangan hingga swasembada serta pengalihan ketergantungan tenaga kerja Indonesia pada sektor industri yang masih merasa berada di atas angin untuk menekan kaum buruh atau angkatan kerja di Indonesia yang melimpah jumlahnya, sehingga nilai tawar kaum buruh tetap dinilai rendah atau murah. Oleh karena itu, prioritas program Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh harus dapat memperjuangkan orientasi kebijakan pengembangan lapangan kerja di Indonesia dengan mengarahkan pembangunan lapangan kerja yang baru diluar bidang industri (manufaktur) agar dapat membangkitkan kejayaan bangsa Nusantara yang berbasis pada agraris dan maritim atau kebaharian di luar dan sungai serta tambak hingga lahan perkebunan atau pertanian. Banten, 8 Agustus 2025 (red)