Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Fakta dan Data Seperti Apa Yang Diperlukan Prof. Gusti Herdiansyah Untuk Membela Pejabat Yang Korup

Selasa, 09 Desember 2025 | 06.40 WIB | 0 Views Last Updated 2025-12-08T23:40:18Z

 




kontakpublik.id, PECENONGAN-- Zulkifli Hasan mrluruskan tuduhan bahwa diritonya -- ketika menjabat sebagai menteri Kehutanan -- menjadi penyebab banjir besar di tiga provinsi Sunatra : Aceh, Sunatra Utara dan Sumatra Barat. Cerita "Meluruskan Tuduhan, Menegakkan Fakta" ini diajujan oleh Prof. Gusti Hardiansyah, Ketua ICMI Kalinantan Barat dan juga Guru Besar Universitas Tanjungpura, seakan hendak menangkal banjirnya tanggapan berbagai pihak yang nengalir deras lewat medua sosial.


Prof. Gusti Hardiansyah menuduh satu hal yang kerap hilang adalah ketenangan dalam nemeriksa fakta. Inilah konteks yang disampaikan Zulkifli Hasan dalam acara penutupan Silaknas dan Milad ke-35 ICMI (Ikatan Ce dekuaean Muslim Indonesia) di Bali. Judulnya yang termuat dalam media sosial secara meluas "Klirufikasi Zulhas Tentang Banjir Sunatra dan Taman Nasionak Tesso Nilo" tersevar massif pada 5 Desember 2025, ternasuk yermuat juga di dalam media  Facebook.


Zulkifli Hasan membuka klarifikasinya.bahwa isu yang menyangkut lingkungan dan keselamatan rakyat tidak boleh dijawab dengan emosional. Karena itu dia memilih jakur data, geografi dan administrasi. Ini semua dia angggap penting tidak hanya sebagai pembela diri, tetapi juga sebagai pengingat bahwa kebijajan publik harus dibahasa dengan ketelitian, bukan dengan prasangka.


Salah satu tuduhan terhadap keculasan Zulkifli Hasan sebagai mantan Menteri Kehutanan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah kerusajan Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau yang menyebabkan banjir di provinsi lain (Aceh, Sunatra Utara dan Sumatra Barat) bukan di Provinsi Riau. Jadi dukaan penyebab banjir di luar Provinsi Riau dianggap mustahil alias tidak masuk akal. Artinya, yang harus banjir itu sebetulnya menurut Zulkifli Hasan adalah Provinsi Riau, bukan ketiga Provinsi yang kini perlu segera diselamatkan, bukanvdicarikan akibi atau penyanggahan dari akibat banjir tersebut.


Sebab kalau cuma begitu dalihnya untuk membela diri dan menghapus dosa pada masa lalu yang sudah dilakukan, azab pun tidak mungkin terhapus, seperti kisah banjir fi Jakarta akibat hutan di daerah puncak Bogor yang diguduil dahulu itu.


Prof. Husti Herdiansyah pun yang hendak berperan sebagai pembela dosa-dosa Zulkifli Hasan yang memberi ijin pembukaan hutan pada masa kekuasaannya perlu menyertakan data pembanding, bukan cuma sekedar retorik belaka seperti kata Gur Dur "Maju tak gentar membela yang bayar", sebab perilaku serupa itu sudah dilakuhan juga oleh Profesor yang lain ikut menyembunyikan ijazah palsu yang justru membuat perdebatan tentang faktu semakin menderu seru tak kunjung rampung, terus gaduh. 


Agaknya, lewat pembelaan untuk Zulkifli Hasan ini pun Gusti Herdiansyah justru terkesan sedang memperluas wilayah komplik agar upaya berbagai pihak ingin mengatasi dan menyelesaikan masalah bencana akibat ulah manusia ini dapat segera teratasi dan tidak lagi menambah jumlah korban dan kerugian yang harus diatasi bersama, karena pemerintah sendiri tampak lambat serta tidak memiliki inisiatif untuk neminimalisasi korban dan kerugian yang jelas harus dihadapi oleh rakyat.


Menteri Kehutanan yang baru -- pewaris kecukasan dalam tata kelola lahan dan hutan di Indonesia semakin memperparah kondisi lahan dan hutan yang dijarah secara legal dan ilegal melalui konsesi yang diumbar seakan asal bisa menjadi duit. Catatan dan penelisikan aktivis lingkungan, ketika keputusan administratif harus melewati persetujuan politik, penegakan hukum menjadi kehilangan independensinya, akibat menteri dalam  Kabinet Merah Putih pun dominan mewakili kepentingan partai yang dikeloninya -- Zulkifli Hasa dari Partai Amanat Nasional (PAN)  dan kini  Raja Juli Antoni dikeloni oleh Partai Solidaritas Indonesia ( PSI) yang diarsiteki oleh Joko Widodo sekaligus Nahkoda partai tersebut.


Lalu ajakan Prof. Gusti Herdiansyah untuk menampilkan data dan fakta dalam pembelaannya untuk Zulkifli Hasan yang telah menuai cercaan  dan makian serta kutukan dari berbagai kalangan -- utamanya dari para pemerhati lingkungan -- mengungkap kebingungan Raja Juli Intoni sehingga perlu bersikap santai dengan bermain gaple dengan sejumlah bandar untuk melupakan carut marut di negeri ini. Toh, dia tidak sedungu seperti pembelaan Prof. Gusti Herdiansyah yang justru tidak membaca fakta seperti yang diungkapkan Sutoyo Abadi tentang "Pulau-pulai di Indonesia Akan Tenggekam" (11 November 2025), di ketiga Provinsi yang mengalami bencana oleh udah manusia sudah jelas dari jumlah deforestasi di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatr a Barat meningkat 5 kali lipat dibanding tahun 2024.


Data dan fakta dari investigasi aktivis lingkungan ini agar dibaca oleh Prof. Gusti Herdiansyah  yang justru tidak  memaparkan fakta dan data dalam semangat membela Zilkifli Hasan terkait bencana yang mendera ketiga provinsi di Pulau Sumatra itu.


Deforestasi di Provinsi Aceh tahun 2024 seluas 8.962 hektar dan pada tahun 2025 menjadi 27.854 hektar. Di

Sumatra Utara tahun 2024 deforestasi 7.300 hektar dan tahun 2025 menjadi menjadi 27.854 hektar. Di Sumatra Barat tahun 2024 deforestasi 6.360 hektar, pada tahun 2025 menjadi 28.000 hektar.


Sementara angka yang disampaikan Menteri Kehutanan  Raja Juli Antoni ketika rapat dengan Komisi IV DPR RI, 4 Desember 2025 bila deforestasi di Indonesia hingga September  2025 justru diklaim turun 49.776 hektar atau 23.01 persen dibanding periode 2024. Sehingga trend   deforestasi di tiga provinsi Sumatra yang terdampak banjir bandang, tanah longsong di Aceh turun 10.04 persen, di Sumatra Utara 13.98 persen dan di Sumatra Barat turun 14 persen dibanding tahun 2024. 


Data dari Menteri Kehutanan yang bersilangan kacau ini tampak sekali ingin memaksakan kepercayaannya pada publik untuk meyakinkan bahwa pemerinrah telah bekerja maksimal, meski realitasnya yang dilakukan cuma sekedar kamufkase belaka. Lalu siklon tropis pun dijadikan kambing hitam. Bahkan cuaca ekstrem dam curah hujan yang tinggi dituding sebagai penyebabnya. Justru bukan sebaliknya akibat dari pembalakan dan perambahan hutan itu yang menjadi penyebab siklom tropis, cuaca ekstrem dam curah hujan jadi tidak karu-karuan. Sanepo yang satir dalam nuansa spiritual versi Joyo Yudhantoro "bencana yang terjadi di seantero bumi sekarang ini adakah sapaan bumi untuk keserakahan manusia yang melampaui batas". Sayangnya, rakyat kecil harus ikut menanggung derita akibat ulah manusia yang rakys dan tamak, tanpa berimbang rasa terhadap alam lingkungan yang rusak.


Realitasnya dari gulungan kayu tebangan yang menggunung digelontor oleh air bah itu, jelas menunjukkan pembalakan hutan dilakukan secara brutal dan liar. Karenanya, bukan saj masalah konsesi yang diumbar oleh Kementerian Kehutanan harus diusut, terapi juga para pembalak.dan penjarah hutan secara ilegal itu pun perlu diterangkeng untuk membuktikan pejabat terkait yang terlibat dan mereka yang tidak terlihat di dalam tindak pidana kejahatan yang telah menimbulkan bencana akibat alam murka dan marah lantaran sapaan sebelumnya selalu diabaikan. Persis seperti aksi unjuk rasa -- dilakukan akibat kritik dan usulan diabaikan, maka aksi dan unjuk rasa terpaksa dilakukan. Dan jika aksi dan unjuk rasa pun tetap diabaikan, itulah yang bisa menyebabkan anarkis, istilah yang kini populer dengan sebutan "bika irrlu dinepalkan saja".


Begitu juga realitas yang perlu diketahui oleh Prof. Gusti Herdiansyah soal kemarahan Anggota Komisi IV DOR RI Fraksi Gerindra yang menghardik Raja Juli Antoni "buang badan" dengab menyeret Presiden Prabowo Subianto dalam polemik kerusakan hutan yang memicu banjir bandang di Sumatra pada akhir  November hingga awal Desember 2025. Kendati Ikrar Nusa Bhakti terus mendesak Presiden agar meminta maaf secara tulus dan terbuka dan segera memperbaiki kerusakan serta melakukan peninjauan kebijakan  terhadap hutan dan lingkungan akibat penggundulan hutan dan pengerukan tampang di seluruh daerah Indonesia agar bencana serupa tidak kembali terulang. Dan bagi Prof. Gusti Herdiansyah yang tidak memiliki cukup data, masih kerangkah keberanian dari kegeraman Bupati Tapanuli Selatan, Irawan Pasaribu yang berani menerobos gerombolan pembalak hutan tanpa rasa rakut mempertaruhkan jabatannya yang bisa dibeli oleh para juragan itu dengan mudah, seperti hukum dan perkara di negeri ini. Apalagi sekedar buzzer -- mereka yang maju tak gentar asal dibayar itu pun  jauh lebih banyak -- yang siap berdiri setia di belakang para bandit yang memamg sudah memiliki banyak uang itu untuk membeli apa saja yang meraka kehendaki. Pecenongan, 8 Desember 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update