Ikontskpublik.id, SERANG--nformasi yang dihimpun Atlantika Instutut Nusantara mencatat target penerimaan pajak Indonesia tahun 2025 sebesar Rp. 2.189,3 triliun, meningkat 13,9 persen dari Outlook tahun 2024. Adapun komposisi penerimaan pajak penghasilan (PPh) sebagai penyumbang terbesar ditarget sebesar Rp. 1.209,3 triliun, meningkat 13,8 persen dibanding tahun 2024. Sedsngjsn pajak pertambahan nilain(PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditargetkan Rp. 945,1 triliun, naik 15,37 persen dibanding tahun 2024.
Disamping itu, penasaran negera dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Mei 2025 hanya sebesar Rp 188,7 triliun. Jumlah ini merupakan 38,7 persen daru target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2025. Adapun komposisi PNBP lainnya kontribusi rerbesar senilai Rp 59,4 triliun. Dari sumber data alam (SDA) monmigas sebesar Rp 46,3 triliun. Dari sumber daya alam migras sebesar Rp 39,8 triliun, turun 13 5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan dari Badan Layanan Umum (BLU) tercatat Rp 32,3 triliun naik 33,8 persen dibanding sebelumnya.
Anggaran belanja pemerintah Indonesia setiap rahun diatur dalam APBN untuk tahun 2025 dengan rincian pendapatan negara Rp 3.005,1 triliun. Belanja negara Rp 3.621,3 triliun dan digisit anggaran senilI Rp 616,2 triliun atau sebesar 2,53 persen kurang dari pendapatan domestik bruto (PDB). Dan pajak sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara seperti oembsngunsn infrastruktur, pendudikan, kesehatan, keamanan dan layanan publik lainnya memang cukup besar nilainya.
Atas dasar itulah warga negara Indonesia yang memiliki penghasilan dikenakan kewajiban membayar pajak. Dan pajak yamh dipungut dari rakyat untuk membantu pemerataan beban keuangan antara warga negara sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Pajak dari penghasilan dari pekerjaan sebagai wartawan misalnya atau kegiatan lain wajib membayar pajak penghasilan yang diperoleh. Karena itu setiap warga negara wajib melaporkan dan membayar pajak seperti warga negara lainnya sesuai dengan ketentuan hukum. Dengan demikian, pajak menjadi kewajiban bagi setiap warga negara seperti halnya wartawan yang memiliki penghasilan atau melakukan kegiatan ekonomi untuk dikenakan pajak guna mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, hak masyarakat pun untuk mengoreksi dan memperoleh dan menikmati kesejahteraan dari pemerintah merupakan hak bagi warga masyarakat. Dalam koreksi hak dan kewajiban inilah warga masyarakat Pati yang melakukan aksi dan unjuk rasa atas keberatan pada kenaikan nilai pajak yang dirasa sewenzng-wenang dsn sangat memveratjan bagi warga masyarat Pati atas putusan Pemetintah Kabupaten Pati, menuntut mundurnya sang Bupati, hingga menimbulkan banyak korban, karena Sudewo beralasan dipilih oleh rakyat secara konstitusional dahulu, kendati sekarang warga masyarakat berbalik mendesak Bupati Sudewo segera meletakkan jabatannya, karena dianggap telah khianat untuk memperjuangkan Aspirasi dan amanah rakyat.
Gonjang-ganjing masalah kenaikan nilai pajak yang berlipat dilakukan oleh Bupati Pati pun tampak menjalar ke berbagai daerah lain yang ikutan gerah setelah mengetahui ada kenaikan nilai pajak yang harus ditanggung oleh warga masyarakat, seperti diinformasikan dari Cirebon ssn Majrlengka. Jawa Barat, Sutubondo serta Purbolinggo, Jawa Timur, Bone, Sulawesi Selatan, Martapura, Kalimantan Selatan dan Bandar Lampung. Sedangkan dari Jakarta, komentar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ikut menyulitkan kemarahan warganya setelah membandingkan pajak dengan zakat dan wakaf. Dalam video yang beredar di media sosial, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa penyaluran hak orang lain bisa dilakukan melalui zakat, wakaf atau pajak yang menggunakannya dikembalikan untuk membantu pihak yang membutuhkan.
Reaksi warganya mengkritik pernyataan Sri Mulyani Indrawati, bahwa membandingkan antara zakat dan pajak/ wakaf tidak tepat. Bahkan warganya menilai masalah transparan tentang pajak tidak tepat sasaran. Jadi melihat masalah pajak dan zakat atau wakaf dari perspektif ekonomi negara tidak selaras dengan perspektif agama yang mengatur tentang zakat atau pun wakaf. Apalagi kemudian Sri Mulyani Indrawati cawe-cawe mengenai pengelolaan masalah zakat yang belum optimal di Indonesia.
Oleh karena masalah pajak yang terkesan semakin memanas ini, setelah Bupati Kabupaten Pati enggan mundur dan korban sudah berjatuhan serta gejala aksi massa akan terus merebut ke berbagai kita di Indonesia, akan lebih bijak Presiden Prabowo Subianto mengambilalih masalah pajak ini agar dapat segera mereda dan selesai tidak terus berlanjut tanpa pernah bisa diprediksikan akibatnya yang lebih parah dan merugikan banyak pihak. Sekiranya kebijakan Prediden dapat segera dilakukan untuk meredakan kemarahan rakyat yang terkesan akan semakin meluas ini, pasti akan lebih baik dan lebih cepat sebelum apa-apa yang tidak kita inginkan terlanjur terjadi hingga menjadi sesal yang tidak lagi ada gunanya. Pecenongan, 14 Agustus 2025. (Red)