kontakpublik.id, SERANG--Keluhan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung, Rizki Sofyan, S. STP, M, Si, seperti yang termuat dalam Hatioena.Com, 25 Juli 2025, jelas mengatakan jumlah buku berbasis budaya lokal, khususnya budaya Lampung, masih minim. Penulis bukunya pun bisa dihitung dengan jari. Pengakuan ini -- jika sungguh jujur -- patut mendapat perhatian semua pihak, khususnya pemerintah Provinsi Lampung, wabil khusus Dinas Kepustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung sendiri yang harus menjawab dan mencarikan solusinya. Bila tidak -- jadi cuma sebatas provokator belaka -- tak memberikan cara mengatasinya.
Padahal, penulis Lampung yang berbakat dan berminat menjadi penulis kelas Nasional -- bahkan internasional -- tidak hanya sebatas budaya dan kesenian belaka, cukup banyak seperti ditandai oleh kawan-kawan penyair Lampung pada tahun 1980-an hingga sekarang masih ada yang tetap bertahan menekuni profesi kepenulisannya.
Jadi masalah klasik itu -- tak banyaknya penulis asli dan asal Lampung yang bisa tampil dan menampilkan karyanya -- sama sebangun dengan tidak banyaknya penulis yang bisa muncul dan tampil dengan karyanya pada level lokal, regional maupun nasional. Apalagi kemudian hendak mengharap kepada mereka yang mampu mengibarkan benderanya pada kancah internasional.
Pertama masalahnya penulis pada umumnya -- apalagi dari berharap dari daerah dan asli Lampung dengan basis budaya Lampung -- tidak juga pernah menarik minat dan perhatian pemerintah daerah Lampung. Contohnya, nyaris tidak ada satu bentuk kerja yang nyata untuk mendukung hasrat kepenulisan seperti yang tampak lebih subur di bidang sastra khususnya puisi di Lampung, sampai sekarang tidak memiliki semacam lembaga permanen yang mau dan bersedia memotivasi kerja (profesi) kepenulisan yang serius dan berkelanjutan. Seperti dalam gagasan dan usulan bersama kawan-kawan penyair di Lampung pada tahun 1980-an silam agar ada semacam lembaga permanen yang berupaya untuk mendukung kerja kepenulisan di Lampung dengan basis budaya Lampung yang sangat kaya untuk ditampilan sebagai bagian dari pertanda sikap dan kepribadian suku bangsa Lampung yang tidak kalah untuk menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia.
Mulai dari tradisi bercerita, dongeng dan berkisah secara lisan yang merupakan bagian dari mitologi masa lalu, apalagi yang berdasarkan fakta dan sejarah misalnya tentang struktur keratuan dalam sistem pemerintahan yang khas. Begitu juga dengan serangkaian upacara adat perkawinan, khitanan, memasuki rumah baru, tradisi dalam mengawali membuka ladang. Atau acara kegembiraan dalam keluarga besar saat usai panen lada atau kopi yang pernah mengharumkan nama Lampung di kancah nasional, bahkan internasional. Karena hasil lada dan kopi dari daerah Lampung sempat menjadi pembicaraan bangsa-bangsa di dunia.
Jadi masalah tidak banyak dan tidak tumbuh suburnya penulis asli atau yang berasal dari Lampung tidak muncul dan berkibar mulai dari skala lokal hingga nasional dan internasional -- seperti yang dikeluh kesahkan oleh pejabat pemerintah di Lampung, bolehlah dikata seperti menampar air di dulang yang memercik muka sendiri.
Pertanyaan pokoknya adalah, apa yang sudah pernah dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya Provinsi Lampung dalam mendorong, membina dan memotivasi penulis Lampung yang cukup banyak berbakat dan juga berminat untuk mengangkat mahkota budaya suku bangsa Lampung agar dikenal dan dipahami oleh suku bangsa dan bangsa-bangsa lain yang ada di dunia ?
Idealnya, pemerintah daerah menyediakan penerbitan semacam majalah berkala bulanan yang menjadi sarana tampilan karya tulis suku bangsa atau mereka yang berminat mengulik dan mengeksplorasi nilai-nilai tradisi dan budaya suku bangsa Lampung, agar tak hanya dikenal hobby nyeruit saja serta MB melahap gulai kepala Ikan kakap atau baung yang kini pun sudah semakin langka dan terancam punah, seperti budaya suku bangsa Lampung yang mencair dalam kebisingan kota.
Satu diantara kejayaan budaya suku bangsa Lampung yang paling otentik dan unggul -- karena tidak dimiliki oleh semua suku bangsa yang ada di Nusantara ini adalah aksara dan bahasa Lampung yang khas berkias dalam berbagai dialeknya yang unik dan khas dalam beragam dialek dan buai.
Lalu adakah buku yang telah ditulis dengan dukungan dan usaha pemerintah daerah untuk melestarikan aksara Lampung yang khas dan simple itu. Dahulu, bersama beberapa orang teman dan saudara ketika masih aktif bekerja sebagai jurnalis kami menggunakan cara mencatat cepat -- sebagai pengganti tulisan steno -- memakai tulisan Lampung. Tapi sekarang, setelah sekian tahun berlalu karena tak lagi punya sparing partner yang handal, jadi hilang begitu saja seperti tidak berbekas.
Agaknya, tradisi dan budaya suku bangsa Lampung yang sangat unik dan kaya ragam macamnya itu perlu di lestarikan melalui berbagai lomba penulisan. Seperti lomba pantun bersatu yang ada pada setiap rangkaian acara perkawinan adat, seperti cangget atau ngedio, serta acara mulei meranai yang indah dan asyik sambil membangun komunikasi timbal balik sesama pemuda dan pemudi dari kampung atau dari daerah lain.
Motivasi yang nyata dari pemerintah daerah Provinsi Lampung khususnya dari Dinas Kepustakaan dan Kearsipan dapat menyelenggarakan lomba penulisan tentang makna filosofis Siger yang menjadi perlambang mahkota kebesaran dari suku bangsa Lampung agar tidak punah. Artinya, pemerintah daerah berikut segenap perangkat organisasi kelengkapannya yang ada -- wabil khusus Dinas Kebudayaan sepatutnya memiliki inisiatif untuk menghidupkan kembali Taman Budaya di daerah Lampung hingga ke Kabupaten dengan acara pagelaran, pementasan atau semacam pertunjukan dan seminar setiap bulan, agar tidak cuma dikata cuma menunggu habis bulan untuk gajian.
Sudah cukup banyak gagasan dan usulan kepada Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia agar dapat menghidupkan lagi semacam Rumah Adat yang menjadi pusat kegiatan dan aktivitas pertunjukan, pameran hingga hasil kerajinan rakyat mulai dari sulaman sampai panganannya yang khas, untuk dapat diperoleh dengan mudah oleh para wisatawan lokal maupun nasional dan dari manca negara, untuk mendapatkan informasi, penjelasan sampai oleh-oleh dari daerah Lampung seperti juga dari daerah lain di Indonesia yang membuktikan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Karena itu, inisiatif pemerintah daerah khususnya Dinas Kepustakaan dan Kearsipan dapat berkolaborasi dengan Dinas Kebudayaan yang harus dan wajib untuk dapat lebih berbudaya terkait dengan usaha untuk memperkaya khazanah kepustakaan serta kearsipan di daerah yang juga terkesan kurang diminati oleh masyarakat. Padahal, minat baca serta rasa cinta terhadap arsip yang bernilai sejarah masa lalu perlu dibaca untuk sedikit mengurangi sikap keranjingan generasi masa kini pada hand phone genggam yang terlanjur menjadi bagian dari citra diri sebagai manusia paling modern dan paling beradab.Banten, 15 Juli 2025 (red)