kontakpubkik.id, CILENGSI--Mengulik nilai-nilai spiritual dari UUD 1945 yang memancar dari bagian utamanya pada pembukaan dan sejumlah pasal yang ada di dalamnya, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila dan landasan konstitusi menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati eksistensi Tuhan serta nilai-nilai spiritualitas yang religius dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara untuk Indonesia yang telah menempatkan Pancasila sebagai pandangan hidup bahkan ideologi negara.
Masalahnya tinggal dalam pelaksanaan dan implementasinya, sungguhkah telah diamalkan sesuai dengan sikap perilaku sehari-hari dalam tata sosial bermasyarakat dan menjalankan tata negara dalam praktik yang dilakukan ? Inilah masalah yang terpenting, agar tidak cuma menjadi pemanis bibir atau tampilan yang memperdaya kehidupan bersama maupun bagi dirinya masing-masing.
Lalu kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan hasil nyata dari perbuatan yang bernilai spiritual atau tidak dalam bentuk kasih dan sayang, serta keadilan maupun penghormatan terhadap martabat manusia yang dimuliakan oleh Allah sebagai Khalifah -- wakil Tuhan -- di bumi.
Demikian juga dengan nilai-nilai spiritual yang diwujudkan dalam tatanan harmoni pada kehidupan bersama -- sebagai makhluk sosial -- harus dilandasi dengan kesadaran kolektif sebagai satu bangsa, satu bahasa (Indonesia) dan satu tujuan untuk mengisi kemerdekaan yang penuh makna dan bermanfaat untuk seluruh rakyat. Sehingga, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / perwakilan dapat mengekspresikan jerit hati dari suara rakyat yang tertindas atau teraniaya oleh siapapun juga.
Adapun maknanya yang lebih jauh dan mendalam dari sila Pancasila yang keempat ini ialah mengusung nilai kebijaksanaan, musyawarah, dan keadilan yang dilandasi oleh etika, moral dan akhlak mulia manusia, bukan sekedar prosedur politik, apalagi hanya untuk pencitraan diri agar terkesan wah dan hebat untuk mendapat pujian. Sebab pujian tidak lagi menjadi sesuatu yang penting ketimbang realitas yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh semua orang, utamanya untuk diri sendiri agar lebih tawaduk dan bersikap -- bahkan bersifat -- ugahari.
Begitulah tujuan utama dari bangsa dan negara yang merdeka untuk menikmati keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali -- sehingga kekayaan tidak sampai digenggam oleh segelintir orang -- karena nilai spiritual dari keadilan mensyaratkan empati sosial, tanggung jawab bersama terhadap dera dan derita sesama rakyat yang merdeka untuk bebas dari kemiskinan dan kebodohan seperti yang tertuang jelas dalam konstitusi bangsa dan konstitusi negara Indonesia.
Sehingga penegasan pasal 29 dari UUD 1945 yang tegas menyatakan bahwa Negera berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan keyakinan yang eksplisit memberi ruang kebebasan beragama (ayat 2) dan pengakuan terhadap keimanan yang bernilai spiritual dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara. Jadi UUD 1945 bukan hanya sekedar hukum dasar, tetapi juga menunjuk cita-cita luhur serta nilai-nilai spiritual bagi bangsa dan negara Indonesia untuk dipedomani dan dilaksanakan dalam menata kehidupan berbangsa juga dalam bernegara sebagai cermin dari moralitas dan peradaban manusia Indonesia. Karena itu, bagi setiap warga bangsa Indonesia yang abai terhadap UUD 1945 dan Pancasila bolehlah disebut tidak beradab, tidak cinta terhadap bangsa dan negara Indonesia. Karena Pancasila dapat menjadi tumpuan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual yang terinci dalam akhlak, moral dan etika manusia yang beradab. Cilengsi-Cibinong, 22 Juli 2025 (red)