Jumat, 19 Juli 2024

Jacob Ereste : Program Makan Gratis & Fenomena Ekonomi Indonesia Yang Semakin Sulit



Kontakpublik.id,JAKARTA - Program makan siang gratis yang semula dipatok Rp. 15.000 per porsi, konon akan ditekan menjadi Rp. 7.500 per porsi. Yang dibayangkan banyak orang sejak wacana makan gratis itu disesumbarkan, kapan akan dimulai, dan dimana saja tempatnya yang akan dibagi makanan gratis  itu. Sebab rakyat yang menunggu, sudah terlanjur lapar dan menelan air liur karena membayang lauk pauknya seperti apa saja yang bisa  dinikmati dalam takaran yang katanya bergizi. Sebab dengan takaran Rp 7.500 per porsi itu, sekedar untuk kenyang pun, mungkin masih jauh dari cukup. Apalagi hendak ditakar dengan gizi yang memadai. 

Umumnya masyarakat miskin --seperti saya pun -- kalau makan di Warteg (Warung Tegal) minimal siap bajet paling sedikit Rp 22.000 sekali makan. Jadi untuk bajet makan gratis yang telah dijanjikan pemerintah sejak masa Pilpres (Pemilihan Presiden) pada Pemilu 2024 lalu, sebesar Rp 15.000 per porsi yang kini ingin diralat menjadi Rp 7.500 per porsi, sangat jelas menunjukkan program makan gratis -- yang kemudian lebih diyakinkan lagi bergizi itu, meski bajetnya justru dipangkas sebesar 50 persen dari hitungan semula, sungguh sangat mengesankan seperti janji yang terlanjur diucapkan. Toh, realisasinya sampai hari ini masih terus dalam pergunjingan yang tak kunjung diwujudkan.

Padahal yang tidak kalah seru menggoda warga masyarakat yang semakin lapar -- ketika sedang membahasa masalah makan -- yang pertama dimana akan disediakan makan gratis itu. Andainya akan diadakan di semua kota besar yang bejibun jumlahnya orang miskin itu, mungkin tidak akan menjadi masalah yang serius. Katakanlah hanya untuk 10 kita besar di Indonesia yang akan mendapat jatah makan gratis yang disebut bergizi itu, soalnya berapa jumlah porsinya yang dapat  didrop. Jumlah porsi ini cukup penting, karena kalau cuma sedikit, bisa saja awak ini sendiri tidak akan kebagian jatah makan siang bergizi yang gratisan itu. Ya, maklum saja untuk yang telah berusia rentan, mana mungkin sanggup untuk  berdesak-desakan antri hanya untuk mendapat seporsi makan siang gratis yang belum tentu bisa mengenyangkan perut orang miskin yang terlanjur biasa banyak makannya, sebab pola makannya pun sudah distel seperti ular; harus bisa sekali makan untuk dua hari kemudian tak lagi pernah bertemu nasi.

Ketika rasa lapar semakin meronta, sungguh asyik untuk dihibur dengan mengalihkan keasyikan bertanya berapa besar anggaran biaya yang harus dikeluarkan pemerintah dalam sehari. Misalnya untuk 10 kita dan setiap kita 10.000 porsi maka perkalian angka yang harus ditanggung pemerintah setiap hari adalah 10 x 10.000 x Rp 7.500 maka total anggaran yang harus dikeluarkan setiap hari adalah Rp 750.000.000.

Lantas dana yang sudah dianggar sebesar Rp 71 triliun itu, ternyata hanya mampu bertahan selama 94.666 hari saja. Terus selanjutnya bagaimana ?

Padahal, kata Pak Erte saya di kampung, jika uang sebanyak Rp 71 triliun itu digunakan untuk membuka usaha misalnya, seperti pabrik tahu atau roti, maka bisa dibayangkan berapa banyak pengangguran yang bisa mendapatkan pekerjaan sekaligus mengongkosi makan siangnya masing-masing jika upahnya per hari bisa disamakan saja dengan Upah Minimun Regional untuk DKI Jakarta senilai Rp 7.000.000 per bulan, maka setiap hari pekerja yang bersangkutan bisa memiliki duit minimal Rp 300.000. Hingga persamaannya untuk setiap pekerja sudah mampu memberi makan kepada 40 orang, jika bajet untuk makan siang itu hanya sebesar Rp 7.500 per orang untuk per hari.

Yang lebih penting tentu saja, adanya lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja di Indonesia yang bejibun jumlahnya sampai hari ini. Bilangan angka  pengangguran ini belum termasuk mereka yang baru saja dilanda badai PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sepihak yang dominan tidak memperoleh pesangon secara wajar untuk sekedar menyambung hidup dengan membangun usaha sendiri seperti yang semakin ramai menyesaki pasar kaget di sepanjang jalan raya yang ada.

Kesulitan ekonomi yang terasa semakin mencekik ini, tidak cuma dibuktikan oleh program makan gratis yang mau dilaksanakan pemerintah. Tapi juga terlihat jelas seperti ruko dan rumah atau bahkan gedung perkantoran yang dijajakan hendak dijual dengan harga yang murah. Bahkan sejumlah bentuk usaha warga masyarakat tampak tutup dan mem-PHK pula sejumlah karyawannya yang tidak seberapa pula jumlahnya. Artinya jelas, kondisi ekonomi Indonesia sedang terhimpit habis," Menteng (19/7/2024). (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HMI Cabang Serang Kecam Langkah Prematur Pasangan Budi-Agis : Arogansi Kekuasaan yang Melukai Demokrasi

Kontakpublik.id , SERANG - Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Serang, Eman Sulaeman, dengan tegas mengecam tindakan pasangan c...