Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Topik Diskusi Rutin Mingguan GMRI Kali Ini Mulai Merambah Jagat Filsafat

Minggu, 02 November 2025 | 06.48 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-01T23:48:46Z

 





kontakpublik.id, PECENONGAN--Filosofis tentang bumi -- yang sempat dibahas sekilas pada liputan diskusi GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) pada kesempatan diskusi lalu  -- maknanya adalah simbolika dari kesabaran tiada batas. Dan bumi selalu menerima segala yang datang dan pergi, termasuk yang hilang dengan lega lila dilepas dengan pasrah, kata Joyo Yudhantoro mengawali diskusi rutin Kamis-Senin yang kali ini diundur pada Jum'at, 31 Oktober 2025 di Sekretariat GMRI Jl. Ir. H. Juanda No. 4 A, Jakarta Pusat.


Sementara menurut Wawan Subenu justru dia melihat adanya  suasana yang penting  guyub-rembuk untuk menemukan titik temu seperti yang telah berulangkali dilontarkan Sri Eko Sriyanto Galgendu dalam berbagai kesempatan dan tempat. 


Sebagai kesaksian, ketika bersama Jacob Ereste melakukan anjangsana ke Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur dan Mojokerta hingga Malang pengertian tentang titik temu itu sendiri sebagaimana yang dimaksudkan oleh Eko Sriyanto Galgendu, dapat  dipahami ketika itu -- tahun 2022 lalu -- bahwa titik temu dapat dimengerti tidak hanya sebatas pertemuan dari beragam ide dan gagasan, tapi juga  bisa dimengerti  dalam sebuah perjalan spiritual yang panjang dan jauh, lalu bertemu pada satu titik dari pemikiran maupun tujuan yang sama.


Ranah spiritual itu yang masih dalam  wilayah kesaksian, tidak terpaku pada aliran filsafat keilmuan apapun, termasuk agama. Tapi sebagai bekal,  filsafat dalam bidang keilmuan itu memberi ruang pemahaman keagamaan berada pada posisi sebagai  yang tidak lagi perlu  dipersoalkan. Adapun pengertiannya yang sangat luas, memang bisa dikata setara dengan pemahaman terhadap masalah pribadi yang sudah selesai. Artinya tak lagi menjadi beban persoalan yang  perlu dipermasalahkan.


Ayat-ayat diri yang ada dalam setiap manusia dan makhluk lain -- termasuk bebatuan dan tetumbuhan dan bebatuan serta benda lainnya, itulah yang termuat seperti dalam "Kitab MA HA IS MA YA" yang diekspresikan seperti konsepsi terhadap  

Asmaul Husna yang jelas dan terang  menggambarkan sikap dan sifat yang dapat menjadi contoh dari perbuatan manusia yang perlu dijadikan pegangan hidup maupun  berkehidupan bagi setiap orang. Konsepsi ini, selaras dengan pemaknaan alur dan alir dari apa yang dimaksudkan oleh Sri Eko Sriyanto Galgendu dalam laku spiritual setelah 29 dia lakukan sejak tahun  1996 silam.


Diantar laku spiritual yang serius dan intens inilah ia kemudian dimampukan dapat berbahasa bumi. Dan menurut Wawan Subenu dalam konsepsi Panekosta -- semacam prosesi  setelah 50 hari meninggalnya Yesus Kristus (Nabi Isa AS dalam keyakinan Islam), dimana para  pengikutnya yang setia bisa berbahasa Glosolalia dengan kemampuan berbahasa yang beragam dan unik, karena sebelumnya tidak pernah mampu dilakukan mereka sebelumnya, sehingga  masing-masing pengikut Yesus Kristus itu dapat berbahasa asing yang khas dan unik, karena tidak pernah mereka pelajari sebelumnya, kata  Wawan Subenu berkisah tentang pengalaman pribadinya belajar tentang beragam agama yang Samawi yang acap disebut oleh banyak orang agama tersebut berasal dari langit.


Adapun ayat-ayat yang termuat dalam 'Kitab MA HA ISA YA" sebagai bentuk do'a yang diperuntukkan bagi 79 tokoh serta dibacakan secara spontan dalam waktu 20 jam non stop pada 2 - 3 Agustus 2025, adalah suratan dari rahasia hidup bagi masing-masing tokoh yang memperoleh do'a spesial dari Sri Eko Sriyanto Galgendu secara tulus dan ikhlas tanpa imbalan apapun.


Sementara Sri Eko Sriyanto Galgendu sendiri berkat kemampuan dan keunikannya berbahasa bumi, telah memperoleh berbagai gelar dari berbagai kalangan. Mulai dari gelar Romo sebagai orang yang dipercaya kelebihan frekuensi rohani yang tajam, juga mendapat gelar yang disebut sebagai Wali Spiritual Nusantara. Atau Pemimpin Spiritual Nusantara yang dipercaya oleh berbagai pihak akan penggerak kebangkitan spiritual dunia, karena laku spiritual justru semakin digandrungi oleh bangsa asing.


Oleh karena itu, konsepsi tentang manusia yang berjiwa besar itu semakin banyak mulai dimiliki oleh banyak orang. Namun untuk mempunyai budi yang  luhur sungguh tidak gampang, karena sifat dan sikap yang  ikhlas, tidak ada rasa iri, dan mempunyai  kemampuan untuk  mengendalikan diri, hingga tingkat yang mulia dan agung dari sosok yang berbudi luhur itu, sungguh  tiada cacat dan cela.


Pemahaman dan kesadaran yang berbasis spiritual ini memang sungguh kental dalam menu racikan filsafat. Maka itu Nabi Besar Muhammad SAW itu, kata Wawan Subenu dipahami oleh para pengkaji agama-agama yang ada, bahwa Nabi Muhammad itu diyakini sebagai  Pemimpin Umat. Sedang  Yesus Kristus (Nabi Isa) adakah petunjuk jalan seperti untuk Buddha, yang selaras dengan  perspektif spiritual.


Seri diskusi informal GMRI kali ini memang lebih menukik pada kedalaman filsafat, sehingga jagat gede dan jagat cilik pun dikupas dengan cara dan berbagai model, sehingga dapat lebih dipahami oleh masyarakat awal sekalipun. Bahkan hingga simbolika dari Ladyo Laksono yang menjadi perlambang Keraton hingga pengertian jongko jangka ning jagat yang selalu mengingatkan pada Sri Prabu Joyoboyo. Hingga pamungkas dari topik bahasan tentang pemahaman terhadap kepercayaan kembalinya kapal Nabi Nuh yang cukup meyakinkan terkait erat dengan bumi Nusantara. Sebab dari perahunya Nabi Nuh sendiri yang terbuat dari kayu jati itu, lebih dari cukup mengisyaratkan keterkaitan dan keterikatannya dengan bumi Nusantara. Hanya saja, sayang dua dari tiga topik yang disebut terakhir memang waktunya  tidak cukup, karena malam sudah semakin kelam ditambah hujan yang tampaknya merata mengguyur Jakarta. Pecenongan, 31 Oktober 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update