kontakpublik.id, SERANG--Agak aneh memang, ketika Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa membuka data anggaran yang selama ini disembunyikan. Apalagi tudingan kepada Menkeu itu dianggap tidak sopan, karena membuka data anggaran dari suatu instansi atau lembaga yang berada dalam pemerintahan. Karena dana yang diungkap itu adalah berasal dari Kass negara yang didulang dari keringat rakyat dan patut serta wajib untuk dipertanggung jawabkan.
Tindakan Menkeu yang dianggap tidak sopan itu justru untuk menjaga etika dan moral, karena bukan saja rakyat berhak untuk ikut mengetahuinya, tetapi juga berhak meminta pertanggung jawaban untuk menjaga integritas dan moralitas pejabat yang bersangkutan dalam menggunakan uang dari rakyat.
Lebih dari itu, Presiden Prabowo sendiri menegaskan dari ketegangan berbagai pihak yang menuding Menkeu dengan berbagai tuduhan, justru mendapat perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto selalu penanggung jawab terhadap semua yang dilakukan oleh pembantunya, tak hanya bagi anggota Kabinet Merah Putih yang berada dibawah kendalinya, tetapi juga bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan oleh kepala lembaga atau instansi pemerintah lainnya untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Suasana yang menegang antara sejumlah tokoh dan anggota DPR RI khususnya dari Komisi IX yang ditengarai terlibat dalam kasus menguapnya dana CSR dari Bank Indonesia, semakin meyakinkan tindak pidana korupsi serta penyalahgunaan wewenang maupun penyimpangan angkatan dari pemerintah sungguh telah menjadi wabah penyakit yang sangat mengancam negeri ini. Sehingga rakyat bertambah bingung kepada siapa harus mengadu untuk mengatasi berbagai kebocoran dan penyelewengan serta berbagai tindak kecurangan dalam mengelola uang negara yang diperoleh dari rakyat. Karena itu, gebrakan dan keberanian Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sangat diharap tidak hanya berhenti pada pengungkapan belaka, tetapi bisa segera diwujudkan tindakan nyata yang harus dan wajib dilakukan bersama instansi atau lembaga penegak hukum yang ads di republik ini.
Rakyat sungguh tak ingin cuma dipertontonkan oleh drama-drama politik pencitraan yang tidak ada tindak lanjut dan penyelesaian perkara hingga mendapatkan putusan hukum tetap. Sebab dari sejumlah perkara yang telah memiliki putusan hukum yang tetap saja, tidak sedikit dari para penjahat itu yang belum dieksekusi sesuai dengan putusan pengadilan. Jadi isyarat dari semua kegaduhan yang bernuansa politik di Indonesia, harus nyata dan jelas penyelesaiannya. Seperti berbagai putusan hukum yang inkrah, terkesan selalu tersamar hasil sitaan harta maupun wujud denda yang harus dikembalikan kepada negara.
Untuk gebrakan Menkeu pun harus nyata tindak lanjutnya, bagaimana dengan kecurangan di Pertamina yang menjual BBM begitu mahal. Lantas bagaiman tindak lanjutnya dengan sejumlah pegawai di Bea Cukai dan Direktorat Pajak yang harus segera ditindak. Karena apa yang telah dilakukan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa sangat dinantikan hasilnya untuk dapat segera dinikmati warga masyarakat. Seperti harga BBM yang bisa ditekan hingga harga normalnya dapat setara diturunkan menjadi Rp. 4.000 per liter. Karena itu, fenomena dari pengguna BBM di Jawa Timur yang heboh dan resah akibat dari BBM yang tidak murni itu, harus dipahami sebagai bentuk perlawanan dari para mafia yang berkuasa dan sangat kuat mencengkram negeri ini.
Sekiranya gerakan perlawanan balik harus dilakukan, pasti rakyat akan memberi dukungan penuh, tanpa perlu bimbang dan takut, sebab rakyat sudah habis dan kandas tingkat kesabarannya. Lalu masihkah rakyat perlu menunggu dan bersabar hingga kobar kemarahan tidak lagi tertahan ?
Inilah gambaran dari gebrakan Menkeu yang sangat di dukung oleh warga masyarakat. Sebaliknya -- jika kelak hanya omon-omon belaka -- hasilnya tak nyata dapat dirasakan oleh rakyat, bukan mustahil bandul perlawanan rakyat itu akan berbalik, seperti senjata bumerang yang menyerang pelakunya sendiri. Banten, 2 Novembet 2025 (red)
