kontakpublik.id, PANDEGLANG--Sebelumnya diberitakan diberbagai media online, Video tak senonoh yang diduga Mesum, melibatkan inisial (i) selaku oknum kepala Desa Munjul, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, diduga Mesum tersebut didalam mobil dengan wanita yang mempertontonkan skandal sex dalam vidio i telah mencuri perhatian masyarakat Pandeglang.
Oknum Kades itu bukanlah Aparatur Sipil Negara (ASN) karena memiliki status dan kedudukan tersendiri sebagai pejabat pemerintahan desa yang dipilih secara demokratis. Meskipun Kades menjalankan fungsi pemerintahan dan memiliki tanggung jawab kepada masyarakat, status mereka berbeda dengan ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK. Siapa lagi yang bisa hentikan perbuatan bejat oknum Kades kalau bukan BPD dan Bupati Pandeglang? Makanya Dewan Pimpinan Cabang- Gabungnya Wartawan Indonesia (DPC-GWI) Kabupaten Pandeglang Layangkan Surat permohonan Konferensi Pers dan Audensi Ke Bupati Pandeglang.
Begini:
Gelombang kekecewaan meletup di depan Kantor Bupati Pandeglang. Sejumlah awak media, organisasi wartawan, dan berbagai lembaga masyarakat mengaku geram dan kecewa berat atas sikap Bupati Pandeglang yang tidak merespons surat permohonan konferensi pers yang sudah jauh-jauh hari disampaikan secara resmi.
Konferensi pers tersebut sejatinya membahas dugaan beredarnya video mesum di dalam mobil yang menyeret nama oknum Kepala Desa di Kecamatan Munjul. Namun, hingga waktu yang dijadwalkan, tak satu pun perwakilan dari pihak Bupati maupun Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang hadir untuk menemui rekan-rekan media, ormas, dan lembaga masyarakat yang menanti klarifikasi.
Ketiadaan tanggapan itu dinilai sebagai bentuk arogansi kekuasaan dan pembiaran terhadap keresahan publik. Sikap bungkam pemerintah daerah ini membuat para wartawan dan aktivis semakin murka. Selasa (14-10-2025).
"Kami bukan datang untuk mencari sensasi, tapi untuk menagih tanggung jawab moral seorang pemimpin,” ujar Reynold Kurniawan, Ketua GWI DPC Kabupaten Pandeglang dengan nada tegas.
“Surat resmi sudah kami masukkan sejak lama, namun sampai hari ini tidak ada tanggapan. Apakah Bupati menganggap masyarakat dan wartawan ini tak penting?” sambungnya.
Nada serupa disampaikan Jaka Somantri, Sekretaris Jenderal AWDI DPC Kabupaten Pandeglang, yang menilai diamnya Pemkab sebagai bentuk ketertutupan dan lemahnya komitmen terhadap keterbukaan informasi publik.
"Kasus asusila yang melibatkan oknum kepala desa itu bukan isu sepele. Ini sudah mencoreng nama Pandeglang. Tapi justru pemerintahnya bungkam, seolah tidak terjadi apa-apa. Kalau pemimpinnya diam, bagaimana rakyat bisa percaya?” ujarnya dengan nada kecewa.
Sementara itu, Pengurus Dewan Pimpinan Cabang Komite Wartawan Reformasi Indonesia (DPC-KWRI) Kabupaten Pandeglang, Rudi Suhaemat, menyebut tindakan Pemkab Pandeglang merupakan cermin buruk dari pemerintahan yang antikritik.
"Bupati seharusnya tampil menjelaskan dan menegaskan sikap, bukan bersembunyi di balik tembok kekuasaan. Jangan sampai publik menilai, diamnya Pemkab adalah tanda pembiaran,” katanya dengan lantang.
Bupati tidak peka dalam hal ini, buktinya vidio kades sedang mesum dimobil/ditempat parkir namun kebijakan bupati seperti Liar, sudah jelas pelanggaran berat loh kok diam aja ada apa?
Jelas-jelas selingkuh dapat dihadapkan pada sanksi pemberhentian sebagai kepala desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal-Pasal Terkait Tindak Pidana Perzinahan:
Pasal 284 KUHP yang lama Mengancam pidana penjara paling lama 9 bulan bagi pria atau wanita yang telah menikah dan melakukan perzinahan.
Pasal 411 UU 1/2023 tentang KUHP yang baru:, Merupakan pembaruan dari pasal 284 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda.
Sanksi Administratif:
Perbuatan selingkuh dapat menjadi dasar pemberhentian kepala desa oleh bupati setelah melalui pengajuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Hal ini karena perbuatan tersebut dianggap sebagai tindakan tidak memelihara ketenteraman, ketertiban, dan tidak membina nilai sosial budaya masyarakat. Tegas Rudi.
Dari unsur ormas, Dede Supriyadi, Sekretaris DPC PPBNI Satria Banten Kabupaten Pandeglang, menegaskan bahwa rakyat muak dengan pola komunikasi pemerintah yang tertutup.
"Kalau pejabat sudah tidak mampu melayani rakyat, jangan bertahan hanya demi jabatan. Pandeglang butuh pemimpin yang berani dan peka terhadap suara publik,” ucapnya keras.
Sementara A. Umaedi (Umek), Ketua LIN DPC Kabupaten Pandeglang, menyoroti hilangnya kepekaan moral seorang kepala daerah terhadap dinamika sosial di wilayahnya.
"Kalau sudah tidak bisa melayani rakyat, sebaiknya mundur saja jadi Bupati. Masih banyak yang siap berdiri di depan untuk memperbaiki Pandeglang ini,” ujarnya tegas.
Pernyataan paling keras datang dari Andi Irawan, aktivis Barisan Rakyat Anti Penindasan (BARA API).
"Kami akan layangkan surat aksi unjuk rasa dalam waktu dekat ke Kantor Bupati Pandeglang. Ini bukan gertakan, tapi bentuk kekecewaan nyata atas sikap pemerintah yang seolah menutup mata terhadap aib moral yang terjadi di bawah kekuasaannya,” ungkap Andi dengan nada geram.
Gabungan Organisasi Wartawan Indonesia (GOWI) yang di dalamnya tergabung GWI dan AWDI, bersama LIN, BARA API, KWRI, serta PPBNI Satria Banten bersepakat akan terus mengawal persoalan ini hingga mendapat tanggapan resmi dari Bupati Pandeglang.
Publik kini menanti — apakah Pemkab Pandeglang akan terus berlindung dalam diam, atau akhirnya berani tampil menjelaskan duduk perkara yang sudah mencoreng citra pemerintahan desa dan kepercayaan masyarakat."(red)