Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Kesadaran dan Pemahaman Serta Pendalaman Pendidikan Berwawasan Spiritual Untuk Pembebasan Lahir & Batin

Minggu, 12 Oktober 2025 | 09.08 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-12T02:08:09Z

 





kontakpublik.id, SERANG--Kesadaran dan pemahaman spiritual idealnya diperkenalkan sejak dini terhadap anak-anak jauh sebelum memasuki dunia pendidikan formal di Indonesia yang semakin terjebak hanya untuk memperoleh kecerdasan intelektual yang abai terhadap kecerdasan spiritual. Sebab kecerdasan intelektual hanya berkutat pada pengembangan ilmu dan pengetahuan yang cuma berkutat pada olah pikir, bukan olah batin atau jiwa, dimana pada masa depan tidak lagi terlalu mementingkan kemampuan yang mengunggulkan raga.


Pada jaman primitif, keunggulan yang mengedepankan kemampuan dan  kemahiran yang mengandalkan raga, terus bergeser pada keunggulan berpikir hingga sekarang mulai disadari untuk memiliki kemampuan dan kecerdasan spiritual agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga dan mulia.


Karena itu, pendidikan untuk generasi muda hari ini perlu ditekankan pada olah jiwa -- bukan oleh raga dan juga bukan sekedar oleh pikir yang memang dapat menghasilkan manusia cerdas dalam pengertian intelektual, tetapi dangkal secara spiritual.


Etika, moral dan akhlak mulia yang sangat diperlukan bagi manusia di masa depan agar dapat membangun peradaban yang lebih baik dan harmoni dengan alam serta tuntunan ilahi patut ditekankan untuk memiliki wawasan spiritual yang merangkum tatanan etika, nilai-nilai moral serta kesempurnaan  akhlak mulia manusia  agar tidak sama atau setara dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya, yaitu binatang, iblis dan syetan. Bahkan manusia -- sebagai khalifatullah -- wakil Tuhan di bumi tetap memiliki nilai-nilai  istimewa dibanding jin dan malaikat yang tidak memiliki nilai-nilai kemuliaan dari manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dari semua makhluk ciptaan Tuhan.


Karena itu, untuk membekali generasi muda Indonesia menyongsong masa depan yang lebih baik dan harmoni, perlu dibekali dengan pelajaran dan pengetahuan tentang budi pekerti (etika) yang bisa mengacu pada tradisi dan budaya para leluhur yang adiluhung. Sehingga dalam tata kerana dan bertutur sapa pun harus dikedepankan sebagai basis membangun etika sebagai penyangga moral untuk membangun akhlak mulia yang kini semakin terabaikan.


Kekeliruan dalam cara berpikir bahwa anak didik -- generasi masa kini hanya perlu dibekali oleh kecerdasan berpikir semata, adalah suatu kesalahan yang diakibatkan oleh pengaruh kapitalisme sebagai paham yang telah beranak pinak melahirkan turunan yang disebut materialisme hingga kini berwajah Neo liberal yang mensahkan sistem pasar bebas atau  persaingan terbuka yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, kendati telah diadopsi sebagai ideologi negara Indonesia yang kita sebut sebagai Pancasila dan dianggap telah menjadi falsafah bangsa Indonesia. Meskipun realitasnya tidak dijalankan dalam praktek kehidupan berbangsa maupun bernegara di negeri ini.


Berbudi bahasa pun, dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional Indonesia sudah tergerus dan rusak. Akibatnya dalam bertutur sapa pun dalam generasi muda Indonesia hari sungguh sangat  menyediakan. Dan fenomena dari keengganan generasi masa kini untuk membaca karya sastra, merupakan indikator dari keambrukan etika yang dapat dibangun melalui pemahaman dan pengetahuan bahasa ucap maupun bahasa lisan dalam tata pergaulan hidup sehari-hari yang akan sangat kuat ikut  mempengaruhi perkembangan jiwa kemanusiaan mereka pada hari ini maupun kelak di masa mendatang.


Oleh karena itu muatan nilai-nilai spiritual yang mengusung etika, moral dan akhlak mulia manusia tak hanya perlu diperkenalkan sejak usia dini, tetapi juga dituntun dan dibina secara lebih serius dan intens untuk memulihkan adat, sopan santun, tutur sapa yang berada di dalam kelembutan hati, jiwa atau batin, bukan bersumber dari dalam terkorak kepala yang kacau akibat berbaur dengan riou muslihat dan kecurangan serta keculasan yang terlanjur diorientasikan pada nilai-nilai material -- bukan spiritual -- sebagai pengajar keberhasilan dan kesuksesan. Itulah sebabnya orang bijak hari ini terkesan kalah oleh mereka yang kaya raya, sebab ukuran penakarnya adalah materialistik, bukan spiritualistik. 


Takaran kesuksesan dan keberhasilan dari masyarakat urban di perkotaan maupun di desa sekarang ini pun  akan selalu dinilai dari harta kekayaan yang bisa diperoleh, tiada lagi merasa perlu untuk mempersiapkan bagaimana caranya memperoleh kekayaan yang berlimpah ruah itu. Sebab yang lebih penting biasanya adalah bagaimana bisa ikut menikmati kemewahan yang  berlebihan dan melimpah itu, kendat bisa dipastikan dari cara yang tidak halal alias korup atau pun hasil bisnis ilegal yang mengangkangi hukum.


Akibat dari keracunan ideologi kapitalistik yang telah beranak turun di Indonesia yang lebih dikenal dalam istilah materialistik atau Neo liberal sekarang ini, telah menimbulkan banyak sampah di legislatif, eksekutif maupun yudikatif yang marak seperti pasar kaget yang riuh melakukan transaksi. Bahkan jabatan rektor di hampir seluruh perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia harus melalui calo dan makelar karena pada akhirnya tetap akan  ditentukan oleh penguasa yang telah mengangkangi negeri ini. Akibat turunannya pun, untuk bisa masuk perguruan tinggi pun calon mahasiswa dapat memperoleh jatah khusus, asalkan siap memenuhi nilai tarif tertentu. Jadi sogok menyogok pun tidak hanya terjadi saat ingin menjadi pegawai atau aparat pada instansi atau lembaga pemerintah, tapi memang sudah dimulai dari praktek  pelaksanaan pendidikan Nasional di negeri kita juga. 


Agaknya, itulah sebabnya budaya memiliki ijazah palsu tidak lagi merasa malu, kendati hakekat  dari sudut keilmuan  yang sesungguhnya menunjukkan peradaban yang jauh mundur ke belakang, yaitu tradisi tipu daya dan hasrat dari pencitraan yang murahan. Oleh karena itu, gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual semakin mendesak untuk membumi di negeri ini. Sehingga sangat diidamkan bisa seger dimulai dari anak didik yang kelak -- 20 tahun lagi -- akan menjadi pewaris negeri ini yang telah berusia seabad dengan semboyan untuk mengatasi kemiskinan dan kebodohan dalam suasana manusia yang merdeka, tidak hanya dalam arti lahir, tetapi juga dalam arti batin. Banten, 11 Oktober 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update