kontakpublik.id, SERANG--Bupati Kabupaten Pati, Jawa Tengah telah menyebut kemarahan rakyat, karena menaikkan nilai pajak 250 persen sehingga memicu aksi unjuk rasa besar pada 13 Agustus 2025 dengan tuntutan (1) Mendesak Bupati Sadewo mengundurkan diri, ( 2) menolak kebijakan sekolah hanya 5 hari, pembatalan renovasi Alun-alun Kota Pati dan rencana pembongkaran masjid, (4) menghentikan proyek videotron senilai Rp 1,39 milyar, dan (5) pemulihan pekerjaan bagi Staf RSUD Soewondo yang diberhentikan.
Aksi yang diorganisir oleh Aliansi Masyarakat Pati (AMP) ini dihadiri 85.000 massa yang melakukan aksi demonstrasi dan unjuk rasa, hingga tercatat dalam sejarah terbesar aksi unjuk rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hingga menyebabkan dua orang peserta aksi tewas dan sejumlah peserta lainnya luka-luka.
Respon DPRD Kabupaten Pati memutuskan untuk menggunakan hak angket guna menyelediki kepemimpinan Sudewo yang bisa mengarah pada proses pemasukan
Spanduk yang dipasang peserta aksi unjuk rasa yang fenomenal ini berbunyi "Bupati Sudewo Pilih Mundur Secara Kesatria Atau di Lengserkan Rakyat Pati", jelas terpampang menjadi bagian dari kelengkapan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati yang penuh ketegangan.
Kebijakan pejabat publik yang memicu kemarahan rakyat ini, jelas perlu dievaluasi terhadap kemurnian pemilihan kepala daerah yang acap diklaim atas pilihan rakyat. Sebab dengan menaikkan nilai pajak yang segede itu -- 250 persen dari kewajiban yang harus dibayar sebelumnya -- jelas tidak berdasarkan aspirasi rakyat yang harus dijadikan pertimbangan serta rujukan. Meskipun pajak dan sejenis pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara memang diatur oleh UUD 1945 seperti termuat dalam pasal 23 A. Namun tidak boleh ditentukan sekehendak hati pemerintah tanpa menimbang keberatan yang bisa mendera kehidupan rakyat yang semakin terhimpit oleh kebutuhan ekonomi yang tak kunjung membaik sejak beberapa tahun silam.
Dalam aksi unjuk rasa pada 13 Agustus 2025 ini dilaporkan juga ada yang membawa kerangka jenazah yang dilengkapi tulisan "Kerangka Penipu", artinya pun menyiratkan bahwa pejabat publik yang mengaku dipilih oleh rakyat ini sungguh meragukan. Sehingga aksi yang mencerminkan sikap tidak puas warga masyarakat Pati yang nyaris mencapai 100 ribu orang ini menunjukkan pernyataan dan kebijakan yang kontroversial yang bertolak dari keberpihakan pada rakyat.
Seyogyanya memang, pejabat publik yang sudah tidak lagi dipercayai oleh rakyat patut mengundurkan diri secara suka rela tanpa harus didesak dengan aksi demo yang bisa menimbulkan korban harta hingga nyawa yang sia-sia. Contoh yang dilakukan oleh Direktur Utama PT. Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Suosa Mota patut dicontoh oleh pejabat publik lainnya -- untuk membuktikan bahwa jabatan itu adalah amanah untuk mensejahterakan rakyat. Padahal, Direktur Utama PT. Agrinas Pangan Nusantara, hanya merasa akan gagal akibat tidak mendapat dukungan -- utamanya dana operasional yang tersendat -- hingga dapat dipastikan akan menjadi jebakan kegagalan yang mempertaruhkan reputasi dan cara kerja yang sudah dilakukan secara profesional.
Sikap memilih mundur yang dilakukan oleh Direktur PT. Agrinas Pangan Nusantara tidak kalah bergengsi dari jabatan seorang Bupati seperti yang dijabat oleh Sudewo yang kita diteriakin untuk mundur, karena akan menjadi tolok ukur dari sikap malu pejabat publik di negeri ini yang sudah ditengarai kehilangan nilai etika, moral dan akhlak mulia sebagai manusia, lantaran membiarkan hatinya kering dari nuansa spiritual sebagai penjaga harkat dan martabat yang luhur bagi manusia.
Oleh karena itu wajar, dukungan dari berbagai elemen masyarakat dari luar Kabupaten Pati -- khususnya untuk kalangan aktivis dan kaum pergerakan yang mendambakan perbaikan dalam penataan negara dan pemerintahan secara baik dan benar -- untuk rakyat -- harus dan wajib diwujudkan. Bila tidak, maka sebaiknya mundur teratur. Karena putra bangsa Indonesia terbaik, sungguh cukup banyak dan diam -- tidak menampilkan diri -- agar tidak menambah jumlah sosok yang cuma memiliki kemampuan pencitraan belaka. Banten, 13 Agustus 2025 (red)