Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Kedaulatan Rakyat Yang Dimanipulasi dan Terluka

Kamis, 10 Juli 2025 | 20.10 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-10T13:10:19Z

 




kontakpublik.id, SERANG--Ketika suara parlemen membungkam -- tak hendak merepresentasikan suara rakyat -- maka rakyat harus menggunakan.hak suaranya sendiri untuk menyampaikan aspirasi serta tuntutan yang telah dirasakan merugikan kepentingan rakyat. Rakyat pun tidak bisa diam -- membungkam -- sebab siata rakyat adalah suara Tuhan yang harus didengar agar tidak menjadi malapetaka.


Menyuarakan jeritan hayo rakyat untuk memastikan bahwa suara rakyat masih mau didengar dan diperhatikan. Bila tidak mau didengar juga maka rakyat harus menentukan sikap sendiri untuk segera bertindak, karena pengabaian terhadap tatanan yang berlaku dan Haris ditegakkan wajib sifatnya untuk dilakukan. Di dalam agama yang di datangkan dari langit pun menyatakan hablum minallah, hablum minannas sebagai konsep pegangan antara hubungan manusia dengan  Allah dan hubungan manusia dengan manusia yang tidak boleh diabaikan.


Konsep pegangan hidup ini  mencakup aspek spiritual dan keagamaan serta ibadah. Karena itu jabatan dan kekuasaan harus senantiasa diposisikan dalam kerangka ibadah. Seperti melakukan interaksi dengan orang lain, menjaga hubungan baik mulai dari dalam keluarga hingga komunitas atau organisasi dan kelembagaan yang harus amanah sifat dan sikapnya. Bola tidak, maka posisi dan jabatan serta kekuasaan yang sedang dipegang itu adalah ta'un -- pembawa bencana serta kerusakan di muka bumi.


Dalam perspektif Islam, sosok ta'un itu dapat dipahami dalam arti yang sangat luas dampak buruknya. Mulai dari wujud wabah penyakit, bencana dan azab atau hukuman dari Allah SWT terhadap pembuatan manusia yang tidak baik dan terlarang dilakukan oleh siapapun. Termasuk para anggota parlemen yang cuma manggut-manggut dan sok gagah mewakili suara dan aspirasi rakyat. Namun yang dilakukan adalah sebaliknya, menyakiti dan merugikan rakyat.


Karenanya, ketika parlemen membungkam untuk mencari kenyamanan dan keselamatan untuk dirinya sendiri,maka rakyat wajib dan harus bertindak -- bila tidak bisa mengambil kembali mandat yang telah diberikan saat dilakukan Pemilu -- untuk melakukan sendiri apa yang diinginkan untuk tata kehidupan yang lebih baik, adil dan beradab sesuai dengan tatanan hukum serta tuntunan dan ajaran agama yang ingin hidup dan kehidupan di bumi menjadi harmoni.


Oleh karena itu, untuk menggunduli kutu busuk di parlemen harus dilakukan seleksi satu persatu sampai kepada biangnya di partai politik yang otoriter dan kemaruk agar dapat dibersihkan dan dibuang ke laut, karena lebih pantas menjadi mangsa ikan hiu. Setidaknya, agar manusia munafik dan pengkhianat serupa itu tidak lagi ada di parlemen, minimal pada periode berikutnya, agar tidak kembali menimbulkan kejengahan dan kejengkelan rakyat yang telah menaruh kepercayaan di pundak mereka.


Kecuali menggunakan hak suara, rakyat pun melakukan protes, demonstrasi dan unjuk rasa untuk mengaksentuasikan, mengekspresikan dan menguraikan masalah yang mendera hidup dan kehidupan rakyat yang tercekik dan tertindas, baik langsung maupun tidak dalam tatanan sistem yang dibuat oleh ulah mereka yang culas, ketika parlemen tidak lagi menyuarakan jerit hati nuraninya yang tersayat.


Suara-suara lantang rakyat yang tertindas dapat juga diteriakkan lebih massif melalui media sosial -- bukan sekedar untuk didengar oleh mereka yang telah kehilangan hati nuraninya itu -- tetapi juga untuk membangun kesadaran rakyat yang lebih meluas untuk menuju gerakan bersama yang lebih efektif dan efisien melawan tirani yang bertengger pongah di menara gading kekuasaan atas nama rakyat, namun jelas-jelas menipu dan menjadikan rakyat sebagai bantalan hidup mereka yang cuma mencari aman dan kenyamanan untuk diri mereka sendiri. Banten, 6 Juli 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update