Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Aspek Spiritual Dalam Sikap, Prilaku, Serta Perbuatan Yang Harus Bernilai Ilahiyah

Selasa, 08 Juli 2025 | 19.23 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-08T12:23:33Z

 



kontakpublik.id, SUMUR BATU--Kesadaran spiritual diperlukan bagi setiap orang untuk memahami makna hidup yang lebih dalam melampaui keinginan duniawi dengan merasakan adanya hubungan dengan kekuatan ilahi  Rabbi yang menjadi kesatuan dalam alam semesta.


Menjaga frekuensi dari sikap rendah hati,   tidak merasa menjadi pusat semua hal, sehingga egosentrisitas dapat dikendalikan, tidak liar dan perlu rasa merunduk, syukur dan pasrah menerima takdir serta bersabar, tanpa kehilangan semangat dalam berbagai usaha yang dilakukan.


Yang tak kalah penting adalah kepekaan terhadap nilai-nilai yang baik, mudah tersentuh penuh empati tiada abai pada kewaspadaan dan kecermatan yang kritis terhadap banyak hal, terutama yang akan mendatangkan kerugian, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Karenanya berani menanggung beban seberat apapun atas dasar keadilan dan kemanusiaan.


Dapat menjadi lebih hening dan tertib untuk merenung melakukan refleksi diri agar tidak jumawa  dan menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Lalu yang terpenting dari  tujuan hidup itu sendiri dalam perspektif spiritual  tidak diorientasikan kepada materi, sebab yang utama adalah spiritual yang mengusung etika, moral dan akhlak mulia manusia yang diberikan oleh Tuhan sebagai khalifatullah yang membawa nilai-nilai ilahiyah. Begitulah tujuan hidup yang selalu ditimbang dengan perbuatan yang benar serta manfaatnya yang maksimal bagi diri sendiri maupun untuk orang lain.


Bahkan melalui kematangan laku spiritual yang baik dan benar mampu mengatasi keguncangan jiwa, hujan hanya karena kuat tetapi karena keyakinan terhadap makna ilahiyah ada dibalik semua kejadian yang terjadi atau sedang melanda kehidupan sehari-hari yang tidak terduga atau yang telah bisa diperkirakan sebelumnya.


Jadi pada dasarnya tanggung jawab dalam perspektif spiritual senantiasa selalu beranjak dari kesadaran dan komitmen untuk hidup selaras dengan sunnatullah, hukum alam yang ada dalam otoritas mutlak dari Tuhan. Karena itu, nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kasih sayang yang lahir dari komunikasi dengan Tuhan akan menjadi rujukan dan pegangan yang tidak banyak mampu dimiliki dan dilakukan oleh semua orang.


Sebagai tanggung jawab terhadap diri sendiri diantaranya adalah merasa berkewajiban untuk menjaga hati dan pikiran yang bersih sampai menghasilkan perbuatan yang tulus dan ikhlas, sebagai bagian dari wujud ibadah. Maka itu, sifat dan sikap dengki, kesombongan dan hawa nafsu yang tidak penting -- termasuk kesenangan untuk diri sendiri yang tidak perlu -- akan dihindari dengan cara banyak berzikir, berdo'a serta merefleksi diri dengan jujur dan kerendahan hati untuk diperbaiki, sekiranya terlanjur terjadi.


Tentu saja melalui laku spiritual yang rutin dan tekun dilakukan dapat mengembangkan potensi diri lebih baik dan berkualitas mulia,  tanpa perlu pengakuan atau penghargaan dari siapapun. Sebab seluruh potensi diri yang berkembang -- lalu mungkin dapat menghasilkan buah yang baik -- tidak memerlukan pengakuan atau keabsahan dari siapapun -- karena sifatnya sangat pribadi dan kemampuan itu hanya untuk diri kita sendiri.


Oleh karena itu porsi berbagi dalam konteks laku spiritual sifat dan sikapnya lebih bebas, tidak memiliki keterikatan yang membelenggu. Karena esensi dari laku spiritual pada  dasarnya adalah upaya pembebasan diri dari berbagai belenggu, termasuk batasan-batasan dari agama yang acap disalah-artikan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Begitulah tanggung jawab spiritual yang diperlukan bukan dalam arti ritual, tetapi sebagai upaya untuk menjaga keselarasan antara gati, pikiran hingga tindakan yang harus memiliki muatan nilai ilahi dalam setiap aspek kehidupan yang dijalani dan ditekuni.Sumur Batu, 7 Juli 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update