Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Puisi Yang Tidak Berjudul Diantara Cahaya Rembulan dan Matahari

Minggu, 29 Juni 2025 | 06.45 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-28T23:45:52Z

 




kontakpublik.id, PANTAI DADAP--Keengganannya untuk berbagi keluh kesah terhadap orang lain -- tidak kecuali pada sosok yang paling dekat dengan dirinya sekalipun -- seperti telah menjadi watak bawaannya sejak lahir. Ia selalu tak ingin kesusahan yang tengah mendera dirinya untuk ikut diketahui dan menjadi beban orang lain. Karena itu dalam berbagai kesempatan, orang yang paling dekat dengan dirinya pun tak pernah tahu bahwa dirinya tengah menghadapi masalah besar yang serius. Sehingga pada suatu ketika meledak dan meletus, tidak sedikit orang yang kaget, termasuk kekagetan orang lain itu terhadap dirinya yang terbilang paling dekat dengan dirinya. Sehingga kekagetan dirinya menimbulkan kekagetan bagi orang lain.


Apalagi hanya sekedar untuk tidak mengatakan bahwa di rumahnya sedang tidak ada beras yang bisa dimasak untuk makan siang hari ini, walaupun untuk sekedar lauk pauknya  pun, tidak pernah terbayangkan untuk dapat diperoleh. Sebab untuk ngutang di Warung Tegal langganannya pun dia merasa sungkan dan tak hendak seorang pun tahu bahwa pada hari ini dia sungguh tak punya duit.


Suatu ketika dia sendiri pernah berpikir bila kehidupan dari dirinya sendiri semacam cerita pendek yang tidak berarti. Sebab terlalu banyak kisah duka yang tersimpan di dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari, kendati tak pernah diketahui, apalagi hendak mendapat perhatian dan empati dari orang lain. Bahkan pernah pada suatu kesempatan dia merumuskan tentang sosok dirinya sendiri sebagai manusia yang absurd seperti cerita dalam novel yang pernah ngetrend pada tahun 1970-an di negeri ini.


Tapi kesimpulan sementara baginya itu tak pernah dianggap menjadi persoalan yang serius. Toh, semua lika-liku kehidupan sebagaimana kayaknya manusia yang normal dapat dia lakoni, kendati acap dikatain sejumlah sahabatnya penuh misteri. Dan sikapnya sendiri dalam menanggapi pernyataan yang serius ini, toh dia apresiasi dengan sikap yang dingin dan teduh, bahkan selalu diiringi dengan senyuman yang sulit ditafsirkan makna yang tersirat di dalam senyumannya yang khas itu.


Air mukanya pun dingin dan jernih, sehingga tidak mungkin disebut kusam atau buruk seperti langit yang sedang digelayuti mendung yang tengah mengancam hendak menurunkan bencana.


Apalagi sekedar untuk menjelaskan mengapa kontak telepon lewat pesan singkat yang dikirim seorang kawan dekatnya itu tidak dijawab,hanya karena pulsa di hp-nya yang selalu cekak, tidak pernah bisa diisi sebelum kandas dan habis. Atas dasar itulah dia selalu mengelak setiap kali rekan dan sejawatnya  hendak sanjau ke rumah kontrakannya yang sederhana itu, lantaran tak ingin terlihat sangat menderita hingga bisa menambah beban hidup bagi orang lain.


Baginya jelas bukan karena gengsi, tetapi sungguh tidak ingin berbagi derita akibat menyaksikan hidup dan kehidupannya yang sungguh sangat minimal untuk ukuran masyarakat umum. Sebagian besar kawan dan relasinya dari berbagai bidang dan profesi sudah banyak yang mahfum meski ada saja diantaranya yang sulit  memahami, bagaimana mungkin potensi dari dirinya yang dimiliki bisa begitu terkesan  tragis dan ironis.


Padahal, dia sendiri pun tidak pernah memposisikan dirinya semacam komik yang  berkisah secara visual maupun dalam bentuk narasi sependek apapun. Tapi, toh seorang sohibnya jebolan dari  fakultas filsafat pernah berujar bahwa hidupnya seperti sebuah puisi yang tidak berjudul. Dan dia sendiri pun menanggapi kelakar sang sohibnya itu dengan tawa yang berderai-derai, seakan   menemukan sesuatu yang belum pernah dia saksikan sepanjang usia hidupnya sekarang yang tengah mendaki diatas angka tujuh puluh.


Ia sendiri pun kagum dan takjub, melihat bayangan dirinya sendiri yang tetap terang diantara cahaya bulan dan matahari yang tak pernah berkata letih. Maka itu dia terus tampak bergairah untuk terus menulis, entah sampai kapan kalimat terakhir yang mungkin tak lagi bisa terukir di batu nisan miliknya sendiri. Pantai Dadap, 28 Juni 2025

(Red)

×
Berita Terbaru Update