Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Menjaga Cahaya Batin Untuk Dapat Menerangi Jagat Supaya Hidup Tak Kehilangan Arah

Selasa, 17 Juni 2025 | 14.34 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-17T07:34:23Z

 





kontakpublik.id, SERANG--Nyala batin yang meredup adalah pertanda cuaca dan suasana sedang melanda untuk kembali bergerak mencari atmosfir yang baru sebagai bagian dari peniup gairah dari titik yang paling lemah dan rentan, supaya dapat terus melaju meski  dalam kondisi yang belum maksimal.


Pengembaraan spiritual yang mengasyikkan ini bukan sekedar untuk menyisih dari kegaduhan politik, ekonomi hingga kekuasaan yang hendak terus digenggam, tetapi diperlukan agar tidak sampai ikut terjerembab dalam terperangkap sahwat yang liar, tanpa kendali dan melabrak hak yang paling asasi milik orang lain.


Karena itu kesetiaan dan komitmen harus  dimulai dari diri sendiri. Tak perlu berharap dari siapapun, dimana takaran kesetiaan, komitmen serta loyalitas tanpa pamrih  sudah dianggap seperti barang antik yang lapuk, tak lagi punya nilai apa-apa karena penggantinya sudah ada dan tersedia di toko swalayan sampai pasar kaget di pinggir jalan. Artinya, upaya untuk membentengi diri harus ditingkatkan dalam sekala siaga yang penuh. Kalau tidak, jiwa dan batin pun akan dikafling seperti lahan negera yang dianggap bukan bagian dari hak rakyat yang perlu dan patut untuk dijaga bersama. Tapi iklim korupsi telah sampai ke wilayah yang dianggap tak bertuan itu. Mulai dari pasir laut, bibir pantai yang indah hingga dasar laut yang dalam pun, telah menjadi model kemajuan dari ilmu tilep-menilep agar bisa luput dari jeratan hukum. Padahal kadar keculasannya jauh melebihi sikap bejat menilep duit proyek atau sekedar memark-up biaya yang dilipat-gandakan untuk dikantongi sendiri.


Kebejatan perilaku pejabat seperti itu tidak kalah keji dengan memperjual belikan hukum serta peraturan dan perundang-undangan hingga pemerasan terpidana saat berada di dalam penjara.


Kisah yang marak terjadi di negeri ini, kelak akan menjadi kajian sejarah tata kelola negara yang selalu mengatasi namakan demi dan untuk rakyat. Lalu anak cucu dan cicit mereka pun pasti akan memikul beban sejarah kusam yang tak sedap untuk dikenang oleh generasi dan generasi berikutnya. Meski upaya dan usaha untuk membersihkan diri telah berulang kali dilakukan sampai ke Mekkah, toh sejarah tetap akan bercerita dalam versi narasinya sendiri.


Upaya menggeledah kesadaran etika dan moral -- spiritual ini -- pun bagian dari kesaksian yang harus diberikan bagi kita yang hidup sejaman dengan peristiwa yang sedang terjadi dan mungkin akan terus berkembang seperti wabah penyakit menular bagi siapa saja yang tidak mampu mempersakti diri dari guncangan peradaban yang terus gaduh. Realitas sosial-politik hingga ekonomi carut-marut yang ditimpali oleh kepalsuan dan kebohongan hingga penipuan, jelas sedang menguji ketangguhan dari kecerdasan spiritual dalam acara tawar menawar atau transaksi final di pasar bebas dalam keremangan cahaya bumi yang kelak pun pasti akan bersaksi.


Bencana dan malapetaka sungguh bisa mendera seperti kutukan yang turun dari langit. Semua tak mungkin terbaca dari  radar spiritual yang magel dan bobrok. Lantaran presisi kesucian, ketulusan dan kejujuran tidak mungkin dapat  ditransaksikan, sebab dengan begitu semuanya akan batal demi hukum alam yang berada di luar kekuasaan maupun otoritas manusia.


Dalam siklus inilah kesetiaan dan loyalitas bukan sekedar sikap sosial, tetapi merupakan bagian dari spiritualitas dan integritas pribadi. Dalam siklus ini pula kesetiaan dan loyalitas dapat dipahami kelahiran dari keteguhan batin, atau sekedar asesoris  pelengkap dari pencitraan yang terlanjur menjadi bagian dari gaya hidup serta kebanggan semu. Begitulah pentingnya menjaga nyala api jiwa -- sebagai penerang jagat -- agar tidak sampai salah atau kehilangan arah.Banten, 17 Juni 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update