Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Apa Yang Dapat Dilakukan Kemenaker dan Kemkomdigi Pada Pekerja Pers Yang Digulung PHK

Rabu, 14 Mei 2025 | 07.04 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-14T00:04:49Z

 





kontakpublik.id, SERANG--Catatan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menjadi semacam kebanggaan atas  capaiannya sebagai penyumbang terbesar  Penerima Negara Bukan Pajak (PNBP). Artinya, orientasi untuk penguatan ekonomi, semakin jauh untuk diharap memberi perhatian terhadap industri pers  sebagai penopang arus informasi, komunikasi dan publikasi untuk masa depan demokrasi dan suara rakyat semakin tidak terarah karena dibiarkan terus  berkembang liar melalui media online berbasis internet yang semakin meninggalkan supremasi media maenstrem yang terkesan keok lantaran tergulung oleh arus jaman media digital.


Fenomena dari  gelombang PHK  (Pemutusan Hubungan Kerja) awak maenstrem yang sempat berkibar dan berjaya pada tahun 1980 hingga 2.000 kini tersisa puing-puingnya. Sehingga seperti kerakap di atas batu. Hidup segan, mati pun tak mau. Memang fenomena PHK yang melanda pekerja pers di media mainstream bukan sekedar angka atau masalah keuangan semata, tetapi menjadi ancaman terhadap tegaknya pilar demokrasi untuk menyampaikan suara rakyat. Akibatnya, kontrol sosial jadi bertebaran liar di media sosial berbasis internet yang makin terbatas akibat dari  pengendalian yang abai terhadap hal  kualitas pengelolaan hingga suguhannya.


Gelombang PHK yang melantak kaum buruh sejak Januari hingga April 2025 tercatat 24.036 orang menurut Kemenaker. Padahal, jumlah kaum buruh yang terkena PHK jauh lebih banyak tidak terpantau, apalagi diharap mendapat laporan dari pihak perusahaan.


Menurut berbagai pihak, fenomena gelombang PHK yang tidak mampu diatasi ini menunjukkan sistem ketenagakerjaaan belum mampu menghadapi tantang perubahan struktur ekonomi dan digitalisasi, utamanya bagi pemerintah cq Kementerian Ketenagakerjaan.


Begitu juga PHK yang terjadi di lembaga penyiaran publik seperti TVRI dan RRI hingga awak media yang berada di perusahaan pers swasta. 


Pihak manajemen Radio Republik Indonesia (RRI) membenarkan adanya pemotongan anggaran. "Kami tetap tegak lurus terhadap kebijakan yang diambil pemerintah", kata juru bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw kepada Tempo, 10 Januari 2025. Sementara Gabungan Organisasi Media di Sulawesi Tengah mengkritik tindakan TVRI Sulteng yang tiba-tiba memberhentikan sekitar 15 jurnalis dan penyiar, sebagai konsekuensi dari kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.


Media yang berada di bawah naungan PT. Mitra Digital Media yang menyajikan berita dan informasi seputar Indonesia melalui berbagai platform digital juga memutuskan untuk tidak lagi  memperpanjang kontrak terhadap sejumlah pegawainya  akibat pengurangan program perusahaan yang berdampak langsung pada pengurangan tenaga kerja, karena menurunnya hasil pendapatan perusahaan.


Sebelumnya, catatan dari Ketua Dewan Pers, Nanik Rahayu mengaku telah menerima laporan terkait PHK insan pers seperti Kompas TV mem-PHK 15O orang karyawan. Sedangkan dari berbagai sumber lain termasuk Atlantika Institut Nusantara mendata jumlah PHK dari berbagai perusahaan media nasional -- cetak dan digital -- hampir mencapai 2.500 orang jurnalis sejak tahun 2023 hingga tahun 2024. Jumlah sebanyak itu belum termasuk yang terjadi kemudian pada tahun 2025 


Data dari Kementerian Ketenagakerjaan per Februari 2025 angkatan kerja Indonesia berjumlah 145,77 juta jiwa. Dan angka pengangguran naik menjadi 7,28 juta. 


Peralihan minat pembaca ke media sosial beriringan dengan menurunnya sumber pemasukan pendapatan iklan yang sebelumnya menjadi andalan utama bagi perusahaan media cetak maupun media audio visual hingga audio tape. Karena minat pembaca dan pemirsa beralih ke media sosial berbasis internet seperti platform video, Tik Tok dan kanal berita alternatif yang memasuki masa booming.


PHK terhadap kaum buruh -- dalam bentuk atau jenis apapun bidang pekerjaannya -- memang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2023 serta Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Istirahat maupun Pemutusan Hubungan Kerja. Jadi, PHK massal di industri media tidak cuma sekedar tragedi ketenagakerjaan, tetapi juga pertanda  melemahnya demokrasi serta kacaunya sistem informasi, publikasi dan komunikasi publik yang semakin liar melalui media digital tanpa arahan kepastian yang jelas serta upaya pembinaan yang tidak dilakukan pemerintah. Sebab yang terjadi selama ini hanya sekedar pembatasan dengan cara menghambat penggunaan fasilitas media sosial sistem saluran.


Padahal, pertanyaan sederhana kaum buruh khususnya pekerja di bidang  media, apa yang dapat dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Komunikasi dan Digital terhadap kaum buruh wabil khusus pekerja di media massa cetak, audio tape serta audio visual. Sementara media sosial berbasis internet semakin liar berkembang hingga melahirkan buzzer yang dimanfaatkan para pelaku tindak kejahatan yang tampak semakin terstruktur, sistematis dan massif. Bahkan ikut menyerang pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang mulia untuk rakyat. Banten, 14 Mei 2025


(Red)

×
Berita Terbaru Update