Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Lahan Rawa Singkil Aceh Yang Bermasalah dan Meresahkan

Senin, 24 Juli 2023 | Juli 24, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-24T09:36:11Z


Kontakpublik.id,JAKARTA - 
Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh bekerjasama dengan Forum  Jurnalis Aceh  (For- Jak) Kedai Cikini Jakarta Pusat mengungkap 1.324 hektar tutupan Rawa Singkil Aceh serta dampaknya terhadap habitat satwa yang terancam, pada Minggu (23 Juli 2023)

Suaka Margasatwa Rawa Singkil di Aceh sejak tahun  2019 hingga Juni 2023 telah kehilangan 1.324 hektare tutupan hutan sebagai akibat dari maraknya perambahan dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.  Upaya dalam mengkampanyekan penyelamatan Rawa Singkil dengan "Karpet Merah di Lahan Basah"  mengacu pada Geographic Information System Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh.

Lukmanul Hakim dari lembaga tersebut mengungkapkan deforestasi yang terus terjadi di Rawa Singkil telah menimbulkan banyak dampak negatif, terutama meningkatnya intensitas banjir di permukiman sekitar kawasan konservasi tersebut.

"Siklus hidrologi yang terganggu berpotensi meningkatkan frekuensi kejadian bencana banjir dan kekeringan. Jika semula Hutan Rawa Singkil merupakan habitat alami bagi  orangutan dan satwa-satwa penting lainnya, berpotensi menimbulkan konflik antara satwa dan manusia. Kedua hal ini akan berdampak langsung kepada masyarakat Trumon dan desa-desa lain di sekitaran Rawa Singkil, tandasnya.

Dalam skala global, emisi karbon yang dilepas dari rawa gambut ini jauh lebih besar dibanding hutan di lahan mineral. Akibatnya bisa  memicu pemanasan global yang lebih parah. Dan dalam beberapa tahun terakhir juga semakin seringnya terjadi banjir yang terulang di Desa Cot Bayu dan Lhok Raya yang berada di Rawa Singkil itu.

Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang terletak di Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten, dan Kota Subulussalam luasnya mencapai 82.188 hektare, erat terkait dengan kondisi tutupan hutan di Kawasan Ekosistem Leuser yang termasuk di dalamnya Rawa Singkil.

Pada lima tahun terakhir, setidaknya Rawa Singkil telah kehilangan 1.324 hektare tutupan hutan. Hingga Juni 2023, diperkirakan ada sekitar 66 Hektare hutan yang hilang di Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Totalitas sejak Januari hingga Juni 2023, Suaka Margasatwa Rawa Singkil telah mengalami kehilangan tutupan hutan seluas 372 Hektare atau meningkat 57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Dari dokumentasi Film yang dibuat secara independen jelas menggambarkan  kondisi terkini Rawa Singkil yang semakin terancam dengan perambahan dan alih fungsi hutan ke lahan sawit. Film tersebut menggambarkan bagaimana Rawa Singkil dirambah untuk sawit dengan keterlibatan aparat desa yang dibekingi oleh oknum tertentu termasuk pejabat setempat yang begitu  mudah menjual tanah di kawasan suaka margasatwa itu kepada pihak  pemodal dijadikan perkebunan sawit.

Pihak pemodal pun mendanai pihak warga masyarakat untuk membuka lahan sawit di kawasan hutan gambut. Hingga memberi kesan bila lahan garapan kebun sawit itu seperti milik rakyat. Padahal kebun sawit itu adalah milik para pemodal. 

Diinformasikan juga bahwa pihak luar termasuk wartawan mengalami banyak halangan untuk masuk ke kawasan Rawa Singkil karena banyak oknum yang ikut  berperan dengan cara memanfaatkan masyarakat setempat sebagai tameng penghalang.

"Ada ancaman ketika kami datang membawa kamera, butuh waktu untuk menjelaskan dan memahamkan masyarakat di sana. Itu posisi kami sangat was-was, tapi kami dan kawan-kawan Forum Jurnalis Lingkungan yang intens dan gigih melakukan investigasi reporting pada kawasan hutan Rawa Singkil ini menengarai adanya kartel sawit.

Menurut Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Aceh, Afifuddin Acal mengatakan bahwa Rawa Singkil masih bermasalah dengan tapal batas. Karena itu, kawasan ini memiliki masalah konflik lain. Karena itu, dalam masalah penegakan hukum yang masih terjadi tebang pilih, tetap yang menjadi sasaran adalah masyarakat. Meski begitu, gerakan perambahan kawasan Rawa Singkil terus berlangsung. 

Pada umumnya, warga masyarakat biasanya mendapat peluang melakukan perambahan di sekitar pinggiran hutan itu saja. Namun yang pokok dan jauh lebih luas lahan garapannya di dalam kawasan inti Rawa Singkil adalah pengusaha besar yang ditandai dengan eksavator serta sejumlah alat berat lainnya untuk mengolah lahan garapannya.

Catatan pada bulan November 2016, pernah ada tim BKSDA dan polisi yang mengamankan beberapa pekerja dan alat berat yang sedang merambah Rawa Singkil. Tapi anehnya setelah itu, semua ekskavator serta alat berat lainnya yang telah disita oleh aparat ketika itu bisa muncul kembali polisi di lokasi. Ini indikator dari adanya aparat yang ikut bermain dalam penggarapan lahan yang luar ini.

Kecuali itu, informasi dari pihak Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Ditjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Nurazizah Rahmawati mengatakan bahwa Rawa Singkil harus diselamatkan dengan melibatkan semua pihak. 

Salah satu cara yang dapat ditempuh, menurutnya dengan penegakan hukum terhadap pelanggar perambahan hutan tersebut. Juga bisa  melakukan pendekata dan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak begitu saja gampang dan mudah menjual tanah di kawasan konservasi, walaupun terbilang masuk dalam batas desa mereka. 

Pada dasarnya, warga masyarakat sekitarnya tak hendak melakukan pula perambahan. Tapi kemudian, suara mereka untuk menolak tidak mendapat perhatian dari pemerintah setempat maupun pusat.

Padahal warga masyarakat sekitar Rawa Singkil adalah yang akan didera oleh kerusakan serta dampak lingkungan dari deforestasi Rawa Singkil ini. Pada  gilirannya pun akan berakibat pada dampak lingkungan yang lebih luas sifatnya.

Dari pihak Pengendali Ekosistem Hutan Muda Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi Ditjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Taufik Syamsudin juga membenarkan  pihaknya akan terus berupaya untuk  menyelesaikan masalahan yang terjadi di kawasan hutan termasuk Rawa Singkil. Tim Satuan Tugas Khusus untuk menyelesaikan masalah perkebunan sawit ilegal di kawasan konservasi, telah dibentuk oleh pemerintah, tandasnya. Dan pihak KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) sudah berjanji untuk segera menurunkan Tim verifikasi klaster sawit koorporasi dan masyarakat. Sebab untuk lahan sawit milik warga  masyarakat cara penyelesaiannya akan berbeda dengan cara penyelesaian untuk lahan sawit milik perusahaan.

Menurut Taufik Syamsudin, pihaknya perlu mengetahui siapa saja pihak yang "bermain" di Rawa Singkil agar mudah menyelesaikan permasalahannya.  Dia pun meyakinkan pihak pemerintah akan segera hadir dalam menyelesaikan kasus lahan yang digarap secara ilegal itu. Jadi penggarapan lahan Rawa Singkil Aceh yang bermasalah dan meresahkan itu, menunggu kehadiran dan peran pemerintah yang boleh tinggal diam. Demikian harapan banyak pihak yang ingin menyelamatkan alam lingkungan agar tidak menjadi bencana. (Cob)
×
Berita Terbaru Update