kontakpublik.id, SERANG--Ketika kesadaran dan pemahaman terhadap etika, budaya telah menjadi keteguhan hati dalam sikap dan sifat untuk semua perbuatan dan perlakuan yang berimbas kepada orang lain, maka frekuensi spiritual akan menggetarkan daya tangkap moral yang mampu memilah antara yang baik dengan yang buruk agar tidak sampai merugikan pihak manapun, termasuk bagi diri sendiri yang harus lebih utama dari kepentingan orang lain.
Dalam kerangka inilah semua perbuatan yang dilakukan dapat dipahami berdimensi ibadah, karena mempunyai nilai-nilai ilahiyah yang tetap menghargai hukum alam -- sunnatullah -- yang terpusat pada Sang Pencipta jagat raya dan seisinya. Karena itu takaran sukses bagi seseorang dalam versi versi filosofis Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa adalah "masuk surga" Lantaran semua ujian didunia -- etikabilitas, intelektualitas dan kapabilitas -- sudah teruji di dunia untuk menuju akhirat.
Atas dasar etika, moral yang baik terbingkai rapi dalam akhlak mulia sebagai cerminan manusia yang mampu menyandang gelar khalifatullah -- wakil Tuhan di bumi -- pantas dan patut menandai kesuksesannya untuk masuk surga seperti yang dijanjikan oleh semua agama yang memberi tuntunan dan ajaran untuk melakukan hal-hal yang baik, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagi orang banyak.
Dalam agama Samawi jelas diyakinkan bahwa manusia yang mulia itu adakah mereka yang melakukan perbuatan baik dan mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Karenanya, sikap culas, munafik, pembohong, ingkar janji -- apalagi khianat -- akan sangat terkutuk, tidak hanya oleh bumi dan seisinya, tapi juga terkutuk oleh langit yang lebih mengekspresikan kekuasaan Tuhan.
Oleh karena itu sungguh sulit untuk dikatakan, bagaimana mungkin seorang pejabat publik begitu tega dan kejinya mengorbankan hak dan kepentingan rakyat yang harus dia jaga, dia Ayomi dan dia perjuangkan untuk kemaslahatan bersama, bukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, kelompok atau para kroninya belaka.
Gebrakan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman dan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa untuk membersihkan para kutu busuk yang menggerogoti bangsa dan negara ini -- tidak hanya secara finansial, tetapi juga secara spiritual akan mendapat dukungan sepenuhnya dengan resiko apapun yang harus ditanggung dari akibat dari niat untuk memperbaiki tatanan etika, moral dan akhlak manusia Indonesia hari ini yang sudah terpuruk pada titik nadir untuk kembali bangkit atau terjerembab lebih jauh dan lebih dalam dengan segenap dera dan derita yang sudah terlalu lama mendera.
Permainan kotor semua pejabat pun terkuat, seperti terungkap dari sikap antipati mereka yang berupaya mengganjal secara birokratis dan politis murahan dengan cara mengucilkan, berkomentar nyinyir bahkan mengajukan sanggahan maupun petisi terhadap uang Pemerintah Daerah yang mengendap di bank hanya untuk memperoleh kondisi yang nyaman, tetapi membuat kegerahan dan ketimpangan dalam bentuk yang lain.
Pemangkasan distribusi pupuk bagi petani yang terhambat dan dimanipulasi dengan pupuk palsu -- seakan telah tertular oleh pemilik ijazah palsu -- patut dipangkas seperti ancaman dana untuk Pemerintah Daerah yang perlu ditata ulang itu.
Perilaku korupsi dalam bentuk yang lain -- seperti terjadi di Pertamina yang enggan membangun pun sungguh perlu untuk dikoreksi ulang agar pergerakan roda ekonomi dapat segera dipulihkan.
Karena itu, wajar hutang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) patut dikoreksi ulang. Apalagi sejak awal sudah diakui penuh masalah, lalu mengapa masih harus dilakukan, bila sungguh tidak ingin mendapatkan dana ekstra yang dikucurkan dari proyek yang tidak memberi banyak manfaat bagi rakyat. Termasuk pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) yang terkesan sangat dipaksakan itu hingga harus memanipulasi dana dari APBN yang seharusnya dapat meringankan beban bagi rakyat.
Gerakan Amran Sulaiman dan Purbaya Yudhi Sadewa yang hendak mencukur gundul semua mafia yang berada di dalam pemerintahan maupun di luar yang diperankan oleh para pengusaha rakus dan tamak, sangat dipahami oleh rakyat bukan tidak memiliki resiko yang besar dan gawat. Karena itu langkah Kebijakan Pemerintah memberi perlindungan dan pengamanan ekstra, seperti melakukan pengamanan kepada pejabat yang dianggap rentan terhadap serangan fisik maupun non fisik patut dipahami dan diapresiasi sebaik mungkin. Setidaknya, warga masyarakat pun pasti akan memberikan dukungan dan perhatiannya untuk melakukan upaya perbaikan dan pembenahan dalam tata kelola negeri ini demi dan untuk kepentingan bersama demi kesejahteraan yang berkeadilan.
Oleh karena itu, demikian juga sebaliknya. Jika rakyat sampai dikecewakan -- sekiranya ada agenda terselubung yang tidak sesuai dengan harapan rakyat, maka suasana yang terjadi bisa berbalik seperti angin puting beliung yang sangat sulit untuk dikendalikan.
Kondisi dan situasi di lapangan pun -- seperti riapnya kemunculan para buzzer, hingga kusak kusuk yang mengarah pada gerakan perlawanan dalam berbagai bentuk dan cara dari pihak gang dan mafia dari sejenis usaha tertentu maupun institusi yang menyempal dari pemerintah, cukup jelas gejala dan gerak gerik yang hendak mereka lakukan untuk melakukan semacam perlawanan agar upaya melakukan pembersihan dan pembenahan -- tidak kecuali dari kalangan anggota Kabinet Merah Putih sendiri yang tidak ikhlas dan merasa terusik oleh gerakan yang untuk meluruskan tata kelola negara ini, sungguh terkesan sedang menyusun siasat busuknya.
Oleh karena itu, rakyat pun harus dan pantas ikut berjaga dan waspada. Petuah lama sang Pujangga Kraton Solo pun "eling lan waspodo" tampaknya masih cukup relevan direnungkan juga sampai hari ini. Banten, 26 Oktober 2025 (red)
.jpg)