Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Kekayaan Alam, Budaya Serta Agama Suku Bangsa Nusantara Potensi Indonesia Menjadi Pusat Peradaban Dunia

Minggu, 19 Mei 2024 | Mei 19, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-05-20T01:01:29Z

Kontakpublik.id,BANTEN-
Kesaksian I-Tsing pun menyebutkan Ariyawijaya di Sriwijaya telah menjadi semacam perguruan tinggi agama Budha yang aktif melakukan pembinaan kehidupan beragama untuk memberi dukungan kepada Kedatuan Sriwijaya sebagai pusat Agama Budha.

Seorang Bhiku yang cukup terkenal ketika itu adalah Sakyakirti yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas, karena memang telah menjelajah sejumlah negeri yang terbilang paling tersohor ketika itu, termasuk India yang sudah lebih dahulu terkenal karena ada perguruan tinggi agama Budha yang bernama Nalanda.

Bhiku Sakyakirti adalah penulis Kitab Hastadandasastra . Bersama dengan itu ada juga Bhiku Dharmapala dan Dharmakirti yang menyusun kritik untuk kitab Abhisamayalamkara yang tak banyak dipahami oleh sembarang orang. Syahdan, antara tahun 1011-1023, Pendeta Attisa dari Tibet baru bisa berkunjung ke Sriwijaya untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan maupun keahlian dan keterampilan, utamanya "ngangsu kauruh" kepada Bhiku Dharmakitri. Semua tokoh yang datang ke Sriwijaya dahulu itu ditempatkan secara khusus, jika tak bisa disebut istimewa -- yang menandai bahwa situasi dan kondisi Kedatuan Sriwijaya ketika sudah makmur, nyaman dan tenteram dalam arti kesejahteraan maupun keamanannya. 

Sejarah mencatat kunjungan pertama I-Tsing ke Kedatuan Sriwijaya terjadi pada tahun 671-672. Dia pun sempat belajar bahasa Melayu dengan serius untuk lebih memahami budaya masyarakat setempat dan sekitarnya yang mampu membangun Candi Muara Takus dan Candi Muara Jambi yang lebih indah dan menakjubkan seni arsitekturnya karena dibuat dari batu bata merah. Setidaknya, Candi Muara Takus dan Candi Muara Jambi, diperkirakan jauh jauh lebih dahulu dibangun dari Candi Borobudur maupun Candi Prambanan yang diperkirakan baru dibangun semasa Kerajaan Majapahit.

Dari keberadaan Kedatuan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit yang telah mewariskan peninggalan sejarah seperti yang diekspresikan dari apa yang diungkapkan oleh sejumlah Candi, lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa peradaban Suku Bangsa Nusantara telah maju, seperti yang ditandai sejumlah kitab yang tertulis dalam bahasa -- bahkan aksaranya khas -- bukan cuma Sansekerta, tapi juga aksara dari masyarakat setempat, seperti kitab Ila Galigo yang justru kurang mendapat serta perhatian maupun penghargaan yang memadai dari Bangsa Indonesia sendiri.

Kehebatan dari peradaban Suku Bangsa Nusantara tampak ditandai oleh aksara dan bahasanya yang unik dan beragam. (Jacob Ereste, 5 April 2024). Karena pada masa itu pun -- antara abad 10 hingga abad 15 -- Kerajaan Tidore yang bercorak Islam di Maluku sudah tampil dan banyak berperan sejak awal kelahirannya pada tahun 1081. Lalu menyusul kemudian Kerajaan Ternate pada 1257 yang dibangun oleh Baab Mashur Malamo. Padahal Islam baru datang pada abad ke-7 Masehi di Aceh dan Barus yang diterima baik oleh Sultan Pasai, seperti di daerah Aceh Utara dan Peurelak serta Aceh Timur yang dapat dirujuk dari prasasti khas Islam yang terdapat pada batu nisan tokoh dan penduduk setempat. Sebaran prasasti khas Islam yang unik dan indah itu banyak terdapat di Utara Sumatra, Aceh dan Aru, Semenanjung Melayu -- Johor Malaysia dan Patani, Thailand serta Kepulauan Sulu.

Dari catatan perjalanan Bhiku I-Tsing dapat diketahui pula tak kurang 1000 orang Bhiku yang datang untuk belajar Agama Budha di Sriwijaya. Dalam prasasti yang terdapat di Talang Tuo menyebutkan Dapunta Hyang Sri Jaya Naga adalah perintis Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan serta pusat pendalaman agama Buddha yang setara dengan Nalanda di India. Padahal, perguruan Nalanda sudah muncul sejak abad pertama Masehi seperti yang ditandai oleh situs Piprahwa dan pada abad ke-3 dengan situs Nagarjunakonda dan situs Ganwaria pada abad ke-4 hingga situs Nalanda pada abad ke-5 Masehi.

Jadi, potensi Suku Bangsa Nusantara yang kemudian bersatu menjadi Bangsa Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan pads 17 Agustus 1945 -- atau dapat juga disebut sejak Soempah Pemoeda tahun 1928, sungguh patut dan memadai untuk menjadi pusat peradaban dunia dengan potensi dari keragaman siku bangsa, agama serta kekayaan dari kearifan genius lokal maupun kekayaan alam serta flora dan fauna yang ada.(Red) 
×
Berita Terbaru Update