Kontakpublik.id,SERANG-
Calon Presiden Indonesia yang dibutuhkan rakyat adalah adalah yang bersedia menjadi petugas rakyat, pelayan rakyat dan yang mau mendengar aspirasi rakyat. Jadi jelas bukan calon Presiden yang cuma ingin mengumbar birahi kekuasaan. Memperkaya diri sendiri dan keluarga serta gerombolannya yang teka menguras kejayaan alam negeri kita yang seharusnya dalam pengawasan negara.
Untuk Pemilihan Umum (Pemilu tahun 2024) baik untuk memilih Presiden maupun wakil rakyat untuk pusat maupun daerah, rakyat sudah semakin cerdas karena belajar dari pengamalan yang sudah-sudah, bila rakyat bukan cuma diabaikan, tetapi telah dikhianati dengan mentah-mentah, artinya tak sampai matang menjelang akhir kekuasaan, mereka telah menipu, mengkadali dan mengabaikan amanah rakyat yang mereka sunggi saat bersumpah atas nana Tuhan untuk menunaikan tugasnya yang mulia dalam mengayomi, melindungi dan melayani rakyat dengan penuh sopan santun dan rasa malu, menjaga etika dan moral mulia serta berakhlak baik dan bagus seperti yang diajarkan dan dituntun para Nabi sebagai wakil Tuhan di bumi.
Begitulah hakikat dari makna rahmatan lil alamin yang diturunkan Tuhan dari langit untuk menjadi pedoman manusia sebagai khalifatullah di muka bumi.
Istilah mentereng untuk lebih gampang dipahami itulah yang dimaksud dari etik profetik semua ajaran dan tuntunan para Nabi yang diyakini oleh semua penganut agama langit (Samawi) yang diutus Tuhan untuk menyempurnakan tata kehidupan manusia yang gampang tergelincir oleh hawa nafsu, ketamakan, rakus, egoistik, hasrat ingin menggagahi orang lain, angkuh dan sombong, tiada rasa malu seperti yang telah dianggap lumrah terjadi dalam kehidupan di sekitar kita sehari-hari.
Tengok saja saat para koruptor tertangkap, wajahnya cengengesan seperti manusia tiada dosa, lalu keluarganya pun seperti tak punya beban apa-apa. Bahkan diantara koruptor itu baik yang masih belum bisa dikerangkeng karena masih bisa dilindungi oleh komplotannya yang masih bertengger di atas kekuasaan ingin kembali tampil sebagai calon presiden maupun calon legislatif dengan berbagai cara, termasuk menyuap rakyat dengan sembako (sembilan bahan pokok) berikut janji muluk seperti hembusan angin surga yang dapat membuat rakyat terlena.
Padahal dari pengalaman atau cerita mereka yang sudah mengalami kekecewaan atau dikadali dulu saat pesta demokrasi serupa digelar, toh sudah lebih dari cukup untuk tidak kembali terulang. Termasuk terhadap mereka yang sudah dengan tinta hitam atau pun merah, jangan pernah berharap memperoleh pengampunan dari rakyat. Sebab sakit hati rakyat yang terluka kemarin, masih terasa perihnya sampai hati ini.
Jadi jangan lagi pernah bermimpi meski sembako sudah dibagi bergoni-goni untuk rakyat termasuk serangan fajar yang disusulkan kemudian toh, semua diterima tanpa harus mengubah sikap dan pilihan. Sebab dengan cara itu agaknya, perilaku mereka yang culas itu bisa dibuat kapok, agar tak lagi culas menganggap rakyat murah dan mudah untuk dikibuli lagi seperti pada Pemilu sebelumnya yang pahit dan amat sangat membuat kekecewaan yang bisa dilupakan. Dari catatan reformasi pun yang belum lewat seperempat abad, rakyat pun sudah bisa memetik pelajaran dan pengalaman yang akan terlupakan. Begitulah makna pelajaran yang bisa dipetik dari sejarah. (Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar