kontakpublik.id, SERANG--Korban keracunan yang disebabkan mengkonsumsi Makan(an) Bergizi Gratis (MBG) menjadi semacam peristiwa yang tak masuk akal, sehingga patut diduga adanya sabotase untuk membangun citra MBG yang berada di bawah pengawasan Badan Gizi Nasional (BGN) terkesan gagal karena keracunan dari mengkonsumsi MBG telah terjadi di berbagai tempat dan di berbagai daerah.
Informasi yang dihimpun oleh Atlantika Institut Nusantara setidaknya di Garut, Jawa BB Barat ada 282 anak yang keracunan akibat mengkonsumsi MBG. Di Jakarta Timur ada 20 siswa Sekolah Dasar yang mengalami gejala keracunan. Sementara BGN sendiri hingga 25 September 2025 mengakui telah terjadi keracunan terhadap 5.914 orang siswa. KPPI juga melaporkan korban keracunan lebih banyak, sejumlah 8.649 orang siswa per 27 September 2025. R. Haidar Alwi dari Haidar Alwi Institut, 28 September 2025 menengarai "Spekulasi Isu Keamanan Racun Yang Menyasar Stabilitas Nasional".
Lebih spesifik, MBG sebelumnya telah merinci korban keracunan anak-anak yang mengkonsumsi MBG dari Wilayah II (Pulau Jawa) dilaporkan ada 46 kasus dengan total korban sebanyak 4.147 orang. Dari wilayah I (Sumatra) ada 1.307 anak-anak yang telah menjadi korban keracunan. Dari wilayah III ( Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara Barat) tercatat 997 orang anak yang keracunan. Hingga total jumlah anak-anak yang telah menjadi korban mengkonsumsi MBG berjumlah 6.457 orang.
Dari sejumlah media lokal menyebutkan adanya keracunan anak-anak di kota Bandung Barat, Sukabumi, Lampung dan Bengkulu yang luput dari perhatian BGN akibat mengkonsumsi MBG.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana mengakui bahwa banyak dapur penyedia MBG masih belum mempunyai sanitasi yang baik, khususnya ketersediaan air bersih yang diperlukan untuk keperluan pelaksanaan MBG. Karena itu, Presiden Prabowo Subianto langsung memerintahkan pemasangan alat sterilisasi di seluruh SPPG (Sentra Penyediaan Pangan Gizi) untuk mencegah Kadus keracunan jadi terulang.
Masalah utama yang dianggap menjadi penyebab tragedi keracunan seusai mengkonsumsi MBG untuk sementara disimpulkan bahwa penyebabnya adalah :(1) Sanitasi air di dapur MBG tidak memadai, (2) Belum semua SPPG memenuhi standar higienitas makanan yang akan disajikan.
Jika pun perhatian Haris fokus pada penyediaan makanan bergizi harus ditingkatkan, masalah pengawasan kualitas dan infrastruktur sanitasi juga menjadi prioritas yang dianggap mendesak untuk diperbaiki atau ditingkatkan kualitasnya. Padahal, banyak pengamat melihat bahwa teknis pelaksanaan MBG itu sendiri yang bermasalah. Sebab anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, toh dapat mengkonsumsi bahan pangan yang kurang kualitasnya. Hadi dugaan kuat kelalaian telah terjadi dalam proses memasak makanan yang hendak disajikan itu, karena tidak memiliki kemampuan yang memadai seperti cara Ibu-ibu mendadak di kampung.
Sekiranya proses masak-memasak itu diserahkan kepada Ibu-ibu PKK atau pengusaha warung makan setara UKM, agaknya pemerintah akan memperoleh kemudahan dalam menyelenggarakan MBG yang terkesan ruet hingga menimbulkan berbagai masalah -- tak hanya keracunan -- tetapi biaya ekstra untuk berbagai peralatan serta dapur yang khusus untuk mengadakan sajian MBG untuk anak-anak yang kita harap kelak akan menjadi generasi yang unggul menyambut era Indonesia emas tahun 2045. Banten, 3 Oktober 2025 (red)