Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Nasib Rakyat Yang Semakin Menderita Akibat Dikibulin Oleh Bansos Fiktif

Senin, 15 September 2025 | 12.45 WIB | 0 Views Last Updated 2025-09-15T05:45:08Z

 



kontakpublik.id, SERANG--Pertanyaan satire La Nyalla Mahmud Mattalitti tentang "Kejahatan Rekening Bansos Fiktif seperti diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) adanya 10 juta rekening dormant penerima bantuan sosial mengindikasikan adanya penerima bansos (bantuan sosial) 571 410 penerima terlibat Pinjol (Pinjaman online), judol (judi online) bisnis narkotika dan terorisme.


Pernyataan ini sungguh terkesan berlebihan, apalagi tidak ada upaya pengusutan lebih lanjut, sehingga terasa semacam teror   dan membuat kegaduhan sosial dalam masyarakat.


Mulai dari masalah bansos fiktif, jelas menciptakan kecemburuan sosial yang bisa memicu kerusuhan, akibat dari mereka yang merasa tidak pernah menerima bansos memberang, karena boleh jadi namanya menjadi salah satu yang telah digunakan untuk menerima bansos fiktif itu melalui rekening atas nama dirinya yang telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ditengarai oleh La Nyala Mattalitti dilakukan.oleh sindikat kejahatan keuangan yang terstruktur, sistematis dan massif tersebut.


Artinya, bagaimana kondisi rakyat miskin yang layak menerima bansos telah dijadikan obyek yang sangat dirugikan. Sudah tidak menerima bansos malahan dikadali pula kemiskinan yang merundung nasib mereka ini.


Lalu dugaan penerima bansos melalui rekening bank  itu sendiri sesungguhnya bisa dengan gampang dilacak untuk diketahui siapa pemiliknya, dan siapa yang menggunakan rekening bank tersebut. Jika ditengarai proses pembuatan rekening fiktif itu hanya mungkin dapat dibuat dengan kerjasama dengan pihak bank yang mengeluarkan rekening bank itu, tentu pasti akan sangat mudah dilacak dengan cara mencari tahu melalui petugas bank masing-masing, hingga dapat membuktikan bahwa rekening bank tersebut pun menggunakan identitas pemiliknya yang fiktif.


Keanehan dari sejumlah rekening fiktif yang masih aktif tersebut -- lalu masih dapat melakukan penarikan uang di bank yang bersangkutan -- sesungguhnya bisa dilakukan upaya penangkapan ketika melakukan penarikan dana tersebut dengan cara bekerja sama dengan pihak bank yang mengeluarkan rekening bank tersebut. Bahkan pihak bank yang mengeluarkan rekening fiktif -- karena menggunakan nama orang lain itu -- pun dapat dikenakan sanksi pidana pemalsuan dokumen milik orang lain.


Karena menurut PPATK -- seperti yang dikutif oleh La Nyala Mattalitti -- rekening fiktif tersebut digunakan untuk menampung dana yang masuk, untuk kemudian ditarik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Sehingga kuat diduga adanya pihak-pihak tertentu yang mengendalikan ratusan ribu rekening tersebut. Artinya, kejahatan yang terorganisir secara terstruktur, sistematis dan massif ini jelas sangat merugikan rakyat yang cuma digunakan identitas dirinya untuk melakukan kejahatan yang sangat keji dan biadab. Karena rakyat yang berhak menerima bansos tersebut justru tidak menerima apa-apa dan hanya digunakan status kemiskinan yang merindukan g dirinya dari belitan ekonomi yang semakin sulit dan parah untuk diatasi.


Jadi masalahnya bukan jumlah uang negara dari rakyat itu tidak bisa dinikmati oleh rakyat, tetapi pemerintah sendiri telah dikadali oleh sindikat bejad yang sangat pantas untuk  dikutuk itu . Betapa tidak, dalam kondisi rakyat yang miskin dan tengah dirundung kesulitan ekonomi yang parah -- sehingga harus dan patut mendapat bansos -- justru dijadikan korban birahi kerakusan yang sangat tidak manusiawi.


Penemuan PPATK tentang anomali data penerima bansos ini perlu diusut,  karena dapat dipastikan hanya mungkin bisa dilakukan oleh satu sindikat penjahat yang melibatkan banyak pihak. Sekiranya sindikat ini tidak terkuat, maka akibatnya rakyat yang paham akan tetap  menyimpannya sebagai dendam sosial yang pada saatnya akan meledak, seperti yang diekspresikan oleh mereka yang dianggap melakukan penjarahan pada pasca aksi dan unjuk rasa pada 25 Agustus hingga 3 September 2025 di Indonesia hingga menimbulkan banyak korban, tak hanya sejumlah rumah figur publik di negeri ini, tapi juga 10 orang meninggal dunia akibat kemarahan rakyat yang tidak lagi bisa  dikendalikan itu.


Rakyat miskin bukan tidak tahu betapa besarnya dana bansos yang digelontorkan oleh pemerintah untuk dan atas nama rakyat miskin di Indonesia -- sejak tahun 2014 sampai 2024 seperti yang disebutkan anggota Dewan Perwakilan Daerah, La Nyala Mattalitti Rp 493,5 triliun hanya untuk tahun 2024 dengan peningkatan 12,4 persen dari tahun sebelumnya. Dan total selama 10 tahun terakhir telah digelontorkan hampir mencapai Rp 4.000 triliun. Dan rakyat miskin semakin miskin, karena hanya diguyur oleh bansos fiktif yang tak pernah sampai kepada rakyat yang berhak menerimanya.


Agaknya, teriakan La Nyala Mattalitti yang diumbar melalui media sosial dan viral ini, lantaran suaranya yang parau tak lagi didengar di ruang parlemen. Dan DPD sendiri dalam fungsi dan tugasnya tidak memiliki kekuatan untuk membuat keputusan lewat parlemen, kecuali hanya "menggonggong" sementara kafilah terus saja lalu lalang sesuka hati. Sungguh tragis, jauh lebih tragis dari rakyat kecil yang tak pernah henti dikadali. Inilah contohnya, rakyat selalu dipaksa untuk bertindak sendiri. Kendati resikonya pasti bis dianggap subversif. Makar atau setidaknya dianggap membuat keonaran. Banten, 15 September 2025 (Red)

×
Berita Terbaru Update