Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jacob Ereste : Perang Dunia Ketiga Sudah Tersulut, Warga Dunia pun Penuh Kecemasan

Minggu, 22 Juni 2025 | 19.39 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-22T12:39:18Z

 



kontakpublik.id, SERANG--Perang Vietnam antara Utara ( Komunis yang didukung Uni Soviet dan Tiongkok) dengan Vietnam Selatan (yang anti komunis dan didukung Amerika dan sekutu Barat) akhirnya membuat keok Amerika yang yang beralasan untuk mencegah penyebaran komunis di Asia Tenggara, sebagai doktrin domino effect


Kekalahan moral dan militer Amerika dengan dalih doktrin domino -- keyakinan bahwa jika satu negara jatuh ke Komunisme, maka negara-negera tetangga sekitarnya -- akan ikut jatuh juga.


Amerika mendukung Vietnam Selatan, dihadapi oleh Ini Soviet dan Tiongkok untuk Vietnam Utara bersama gerilyawan Vietnam Cong dan dukungan rakyat terhadap Jo Chi Min hingga membuat Amerika lempoh seperti tak berdaya. Hingga Amerika terpaksa menarik pasukannya pada tahun 1973 dari Saigon yang jatuh ke tangan Vietnam Utara pada tahun 1975. Kemenangan Vietnam Utara ini menandai kemenangan komunis. Artinya jelas, perang Vietnam yang sempat dibuat dalam banyak versi film layar lebar ini -- dan menjadi tontonan semua kalangan pada  tahun 1990-2000 -- jelas semakin  mempermalukan Amerika, meskipun film Amerika sendiri banyak yang dibuat untuk mengeliminir kekalahan Amerika yang tekak itu.


Doktrin dari domino effect, jika satu negara di Asia Tenggara jatuh pada komunis, maka negara-negara tetangga akan ikut tumbang satu persatu seperti domino. Klaim Amerika ingin menghentikan penyebaran komunis dari pengaruh Uni Soviet dan Tiongkok dengan membantu Vietnam Selatan yang anti komunis.


Provokasi Amerika, bila Vietnam jatuh ke tangan komunis (Vietnam Utara) maka Laos, Kamboja, Thailand, Malaysia bahkan Indonesia akan jatuh menjadi komunis juga. Karena itu atas nama stabilitas regional dan pengaruh geopolitik di Asia Tenggara sangat menjadi  berkepentingan bagi Amerika. Realitasnya, perang yang cuma mengandalkan kekuatan militer semata mampu dihempang oleh kekuatan rakyat dan ideologi yang kuat mengakar.


Konflik ideologi seperti yang terjadi di Vietnam Utara (Komunis) dengan Vietnam Selatan (anti komunis) sulit diintervensi oleh pihak lain dan cenderung perang akan terus berlangsung sampai caranya sendiri menemukan jalan damai. Perang Vietnam yang telah dimulai sejak tahun 1955 -- saat konflik Vietnam Utara (Komunis) dengan Vietnam Selatan (anti komunis) mulai memanas setelah perang Indochina pertama berakhir tahun 1954 dengan adanya Perjanjian Jenewa. Namun konflik dalam skala kecil sudah dimulai pada tahun 1940 saat perjuangan kemerdekaan dari penjajah Prancis hingga semakin besar  tersulut pada 1975, ketika Vietnam Utara merebut Saigon dan menyatukan seluruh Vietnam.


Jadi kepentingan Amerika cawe-cawe di berbagai medan perang di negera lain, seperti Perang Teluk tahun 1990-an  jelas bukan semata demi keamanan dan kenyamanan dunia seperti yang menjadi doktrin bagi bangsa Indonesia, tetapi kepentingan Amerika terkait dengan kepentingan ekonomi, seperti dalam Perang Teluk -- ketika Irak menginvasi Kuwait -- untuk mengamankan akses minyak agar pasokan minyak tetap stabil dan harganya terkendali yang vital bagi ekonomi global dan Amerika Serikat sendiri. Sebab invasi Irak ke Kuwait merupakan ancaman stabilitas regional. Hingga kekhawatiran terhadap Irak menguasai Kuwait kemungkinan besar juga Arab Saudi, maka Irak dapat mengendalikan pasokan minyak dunia yang mempengaruhi kekuatan global. Dan Amerika bisa memble dibuatnya. Sementara  Saddam Hosein sendiri ingin menjadikan Irak sebagai kekuatan dominan di kawasan Teluk dan akses pantai yang lebih besar ke Teluk Persia.


Toh, setelah berakhirnya Perang Vietnam dan bersatunya Vietnam Selatan dan Vietnam Utara pada 2 Juli 1976, kondisi pada umumnya negara kesatuan Republik Sosialis Vietnam dengan Ibu Kota Hanoi yang dahulu menjadi Ibu Kita Vietnam Utara kini nyaman dan tenteram  serta damai. Dan Amerika masih terus bermimpi untuk memenangkan perang Israel melawan Iran setelah perseteruan antara Israel melawan Palestina. Kondisi terakhir setelah serangan Iran dengan meluncurkan rudal dan drone selama sepekan terakhir membuat Isreal jadi mengkeret, hingga Amerika memperoleh semacam legitimasi untuk terlibat lebih jauh dan lebih terbuka membuka Medan pertarungan dengan Iran. Serangan Iran yang dilakukan sejak 16 Juni 2025 mendapat balasan dari Israel yang mengklaim telah  berhasil merusak sistem pertahanan Iran. Efek dari serangan Iran telah membuat sejumlah negara mengevakuasi staf kedutaan mereka dari Iran dan Israel karena semakin meningkatnya perseteruan serangan yang mengancam kehidupan manusia yang ada di sekitar Medan pertarungan.


Para diplomat negara-negara Eropa menjadi panik mendorong dan melakukan negosiasi diplomatik di Jenewa untuk meredam konflik yang terlanjur disulut Amerika sendiri. 


Arena konflik bisa menjalar dan menyadari pada negara lain di sekitarnya -- Yaman (Houthi) dalam bayang-bayang perang Suriah-Lebanon. Seperti halnya Houthi kelompok bersenjata dari Yaman yang bersekutu dengan Iran dan menentang Israel dan Amerika, belum terlibat. Konflik internal di Yaman sampai terjadi perang saudara sejak 2014 dan makin memburuk pada tahun 2015 yang membekas sampai sekarang. Presiden Yaman, Abdrabbulah Mansur Hadi sampai kini berada di pengasingan. Dampak dari perang Suriah menyebabkan pengungsi membanjir di Lebanon. Meski perang antara Suriah dan Lebanon sebatas dominasi politik, pendidikan militer dan perang proksi, kondisi dan situasi dari kedua negara ini pun tidak terlepas dari pengaruh regional yang terus bergolak. Tampaknya, suasana di Palestina sekitarnya masih akan terus membara selama Amerika belum terpuaskan hasrat birahinya. Dan Iran, agaknya tidak mungkin hendak  menyurutkan kemarahannya terhadap Amerika yang dibungkus oleh perang melawan Israel.


Inilah sebabnya warga dunia sungguh merasa cemas, karena perang dunia ketiga sudah tersulut dan terkesan telah dimulai. Banten, 22 Juni 2025 (red)

×
Berita Terbaru Update